Usung ’Sadagi’, Duo Desainer Cilik Curi Perhatian di Surabaya Fashion Parade 2021

Kehadiran dua desainer cilik kakak-beradik Nathania dan Abi mencuri perhatian di hari ke tiga Surabaya Fashion Parade (SFP) 2021 yang digelar di Chamelion Hall TP 6 lantai 5 Surabaya, Sabtu (4/12) malam. Betapa tidak, di usianya yang masih sangat muda, Nathania (13) dan Abi (14) mampu menampilkan gaun-gaun yang sangat apik.

Mengusung tema Sadagi, pemilik label Likur Atelier by FDBelth itu terinspirasi dari gaya atau style dari busana Pakistan. ”Di sini kami ingin menonjolkan kesan modern, tapi tetap dengan sentuhan etnik,” ujar Nathania.

Warna-warna pastel pink, biru, mint dan olive green dengan sentuhan ornamen etnik warna tegas dipilih untuk koleksinya. ”Warna-warna ini menggambarkan kondisi dalam siklus fashion kita selama pandemi, yaitu revenge fashion,” terang Nathania dan kakaknya yang baru kali pertama mengikuti SFP itu.

Salah satu karya kakak-beradik Nathania-Abi. Foto: HENI NYATA

Ditambahkannya, revenge fashion adalah semacam pengalaman berbelanja yang terlihat untuk membalas waktu dan pakaian yang hilang selama pandemi.

”Selama pandemi kan orang cenderung nyaman dengan pakaian rumahan dan lounge wear. Bahkan ke acara-acara pesta pun mereka memilih busana simpel dengan warna-warna kalem,” kata Nathania.

”Namun pada akhirnya mereka akan rindu busana-busana mewah yang biasa mereka kenakan sebelum pandemi. Itulah yang kami sebut revenge fashion,” imbuh siswi SMP yang menampilkan 12 karyanya itu.

Sisa-Sisa Kain

Gregorius Vici dengan karyanya yang ditampilkan di Surabaya Fashion Parade 2021

Bukan hanya kakak-beradik Nathania-Abi, hari ke tiga SFP 2021 juga dimeriahkan desainer dari Semarang dan Bali. Mereka adalah Gregorius Vici dan Samuella Betsie. Mereka juga mengusung konsep sustainable fashion.

Gregorius memanfaatkan kain perca dari hasil produksinya yang melimpah menjadi busana patchwork yang sangat apik. ”Sisa-sisa kain itu punya banyak kenangan istimewa dan sangat bermanfaat dalam kehidupan saya. Karena itu saya harus bertanggung jawab atas limbah kain tersebut,” beber Gregorius.

Mengambil tema Resplendent Patchwork, Gregorius menghadirkan busana yang simpel dan elegan yang full color dan earth tone. Seperti brown, yellow, green, navy blue dan army green.

Pria yang memulai karirnya sejak tahun 1989 itu, menggabungkan sisa-sisa kain batik, tenun lurik, sifon, katun, tulle, dan masih banyak lagi. ”Saya memulainya dari memilah kain perca hingga menata dari jenis warna, kain, dan motif, sehingga membentuk sebuah kain baru yang apik. Kain baru itu membuat saya segera ingin mendesain dan membuat tampilan baru dalam rancangan saya,” jelasnya.

Samuella Bestie dan salah satu karyanya yang ditampilkan di Surabaya Fashion Parade 2021. Foto: HENI NYATA

Lain lagi dengan Samuella Betsie. Wanita asal Jakarta yang kini menetap di Bali itu mengusung busana-busana simpel bertema Lace Legacy. Mulai celana panjang, kulot, atasan, dan jumpsuit.  

”Jadi semua karya saya ini mengandung unsur lace atau karawang yang dibuat oleh tangan manusia atau handmade,” terang Samuella. Karena handmade, Samuella membutuhkan waktu sekitar 3-6 bulan untuk menyelesaikan sekitar 12 bajunya. *hen

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here