Perempuan Pengguna Vape Lebih Susah Hamil

Ilustrasi perempuan Pengguna vape berisiko susah hamil. (Foto: Honnest Docs/Getty Images)
Ilustrasi perempuan Pengguna vape berisiko susah hamil. (Foto: Honnest Docs/Getty Images)

Perempuan yang memakai vape bisa mengurangi peluang mereka memiliki anak alias susah hamil. Para ahli menemukan pengguna rokok elektrik perempuan berusia 36-40 tahun, memiliki seperlima lebih sedikit hormon AMH (Anti-Mullerian Hormone), yang merupakan indikator kesuburan atau fertilitas.

Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Inggris, Hertility. Mereka melakukan survei terhadap 325.000 perempuan, yang menunjukkan mereka pengguna vape memiliki AMH seperlima lebih sedikit dibandingkan perempuan non-pengguna vape. Itu artinya, dari lima perempuan pengguna vape, hanya ada satu perempuan yang berpeluang hamil.

“Ini adalah bukti pertama yang menunjukkan hubungan antara kesuburan dan vape di seluruh populasi besar,” kata Dr Helen O’Neill, dari Hertility Inggris. Oleh sebab itu, dia menyarankan untuk perempuan berhenti menggunakan vape, sehingga mengurangi risiko susah hamil.

| Baca Juga: 5 Makanan yang Bikin Hubungan Seksual Lebih Bergairah. Dijamin Puas!

Laporan itu juga menemukan bahwa 7 persen perempuan dalam program hamil, masih menggunakan narkoba atau zat adiktif terlarang dan 4 persen di antaranya minum minuman keras lebih banyak dari yang direkomendasikan. “Saran terbaik adalah berhenti, bukan mengurangi atau mencoba lebih sedikit,” kata Dr O’Neill.

Hasil penelitian itu selaras dengan berita yang menunjukkan Inggris berada di peringkat ke-6 dari 40 negara dengan pengguna vape terbanyak, antara 11-13 tahun. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa anak-anak di Inggris lebih banyak menghisap atau ngepod dibandingkan di Prancis, Jerman, Belanda, dan Kanada.

Selain itu, 30 persen remaja perempuan berusia 15 tahun di Inggris telah menggunakan rokok elektrik dalam sebulan terakhir. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata di Eropa, yaitu 21 persen. Sehingga perlu dilakukan penanganan khusus sejak dini, yaitu pendidikan dari keluarga. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here