Memanjakan Mata dengan Penampilan Tari Tradisional di KFC ESG

Penampilan anak-anak SDIT Al-Fathimiyyah ketika membawakan traditional dance. Foto: DOK. DBL

Salah satu kompetisi yang menarik di KFC Elementary School Games (ESG) adalah Traditional Dance. Bukan hanya menari, tetapi para peserta yang mengikuti juga membawa sejumlah pesan lewat tariannya, yang dikemas dengan ciri khas dan kreativitas masing-masing.

Lucunya, ada salah satu peserta, yaitu SDIT Al-Fathimiyyah yang membawakan tarian dengan tidak berekspresi sama sekali selama berada di atas panggung. Namun, siappa sangka jika gerakan mereka justru membuat para audience KFC Elementary School Games tertawa terbahak-bahak.

Cerita tarian itu dimulai ketika para penari yang berubah menjai wayang golek. Sendi mereka kaku, tetapi tangan dan kaki mereka bergerak sesuai kenginan. Tidak hanya bergerak sesuai keinginan, terkadang mereka juga bergerak di luar kemauannya.

Di tengah jalannya tarian tersebut, salah satu penari menjadi dalang dan mengontrol dua penari lainnya. Sedangkan penari sisanya, menjadi penonton dalam pertunjukan wayang golek tersebut. Lalu, mereka bermain bersama hingga akhirnya muncul konflik di antara mereka.

| Baca juga: Tingkatkan Upaya Preventif, Hari Terakhir KFC ESG tanpa Penonton

Salah satu guru ekstrakurikuler tari dari SDIT Al-Fathimiyyah, Retno Ismu Haryani menjelaskan, alur dari tarian tersebut dari adegan bermain, lalu menjadi bertengkar dan akhirnya meninggalkan permainannya.

”Awal mulai cerita ini ada sekelompok teman yang bermain wayang. Ketika bermain biasanya kan ada yang bertengkar. Makanya ada adegan bertengkar di tarian ini. Terus setelah selesai bermain kan biasanya capek semua, makanya di akhir tarian itu mereka keluar panggung dengan ekspresi lemes begitu,” jelasnya.

Retno juga mengatakan bahwa ada beberapa gerakan pakem yang ditampilkan dari tarian tersebut, yang kemudian digabung dengan kreasi lain. ”Nah di dalam gerakan tarian yang pakem ini harus benar-benar sesuai. Gerakan pakem itu waktu mereka menirukan wayang. Karena kan tiap karya punya ciri khasnya sendiri,” imbuhnya.

berlatih, Retno tak merasa ada kesulitan yang berarti, walaupun ia menyadari jika waktu untuk berlatih ketika hanya satu minggu.

”Sebagai guru, saya selalu bilang kepada anak-anak untuk membayangkan gerakan wayang. Saya tunjukin gerakan wayang dari YouTube, lalu saya modifikasi agar mudah untuk anak-anak. Kemudian saya memberikan pilihan ke mereka, mana kira-kira gerakan yang mudah. Jadi kita nggak terlalu ngotot gerakan yang seperti apa, kita kembalikan ke anaknya. Kita cuma andil ide,” paparnya.

Ditambahkan Raisha Nailah Zuhrah, salah satu anggota tim tari tersebut, menjadi wayang di atas panggung bukanlah hal mudah. Karena, menurutnya tim yang terdiri atas siswi kelas 3-5 SD itu cukup kesusahan mulai awal.

Tetapi, penari lainnya, Elvin Nuri Sofia mengatakan jika mereka akhirnya dapat tampil memukau. ”Lama-lama kita bisa, kita harus tunjukkan. Pokoknya kita harus optimis,” kata Elvin. 

Mereka sendiri sangat bersemangat dan antusias dengan jalan cerita tari thengul yang sudah dimodifikasi oleh gurunya tersebut. ”Di dalem tarian ini ada ceritanya, ada berantemnya, itu semua ada di kisah nyata, kalau temen suka berantem,” ungkap Elvin yang diiringi tawa teman-temannya.

Di akhir penampilannya, para penari cilik ini juga berpesan pada anak-anak muda untuk terus menjaga dan menghidupkan tari tradisional Indonesia. ”Penting! Karena kita kan hidup di Indonesia, jadi ya harus melestarikan budaya indonesia dong,” ungkap Raisha. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here