6 Film yang Terinspirasi Olimpiade. Mana Favorit Kalian?

Olimpiade Tokyo masih hot ya hingga kini. Nah sembari nonton pertandingan-pertandingannya, asyik juga deh kalau nonton film-film yang terinspirasi kisah di Olimpiade. Apa saja sih?

Saina

Ini film baru. Sebenarnya rilis September lalu, namun karena pandemi baru bisa nongol di bioskop, Maret ini. Berkisah tentang pebulutangkis India, Saina Nehwal. Aktris Parineeti Chopra yang dipercaya memerankan Saina. Saina adalah atlet bulutangkis India pertama yang meraih medali di Olimpiade. Pernah berada di ranking pertama tahun 2015 dan memenangkan lebih dari 24 juara internasional.

Dia satu-satunya atlet bulutangkis wanita India dan ke dua secara keseluruhan yang berada di ranking 1. Atlet sebelumnya adalah Prakash Padukone, ayah aktris Deepika Padukone. Pembuatan Saina sedikit drama. Awalnya peran Saina dipercayakan kepada aktris Shraddha Kapoor dan syuting tahun 2018. Shraddha bahkan sudah berlatih bersama Saina. Namun entah mengapa, proyek berhenti dan Shradda diganti.

Saina asli (kiri) dan Parineeti Chopra. Foto paling kanan, aksi Saina di lapangan (Foto: Net)

Baca Juga: Yang Kembar Cantik Berlaga di Olimpiade Tokyo

Ada yang bilang, sutradara Amol Gupte tidak suka performa Shraddha. Namun klarifikasi muncul tahun 2019 dan kesehatan lah yang jadi alasan. Shraddha terkena demam berdarah sehingga fisiknya lemah. Setelahnya Parineeti diumumkan sebagai pengganti Shraddha.

3 Srikandi

Ini produksi Indonesia. Tahu kan film ini berkisah tentang siapa. Tiga srikandi Indonesia, Nur Fitriyana, Lilis Handayani dan Kusuma Wardani, pengukir sejarah sebagai peraih medali pertama Olimpiade. Yaitu medali perak cabang panahan di Olimpiade Seoul 1988. Diperankan Bunga Citra Lestari (Nur Fitriyana), Chelsea Islan (Lilis Handayani) dan Tara Basro (Kusuma Wardani) serta Reza Rahadian sebagai Donald Pandiangan, sang pelatih.

Dirilis pada 4 Agustus 2016, film ini lumayan laris dan pernah jadi film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak kurun waktu 8-14 Agustus 2016.

“Kami bangga karena menjadi pembuka jalan Indonesia meraih medali di olimpiade,” kata Nur Fitriyana dalam pernyataannya yang dilansir CNN Indonesia.

Para bintang 3 Srikandi dan Tiga Srikandi yang sebenarnya (Foto: Net)

Baca Juga: Reza Rahadian Butuh Dua Minggu untuk Bertransformasi

“Kami meraihnya tahun 1988, atau 36 tahun setelah Indonesia pertama kali ikut olimpiade di Helsinski, Filandia tahun 1952,” kata atlet yang biasa disapa Yana itu. Bersama Lilies Handayani dan Kusuma Wardhani, ketiganya pun dikenal sebagai Tiga Srikandi.

I, Tonya

Tonya Harding adalah atlet skating berbakat. Tahun 1991, dia menjadi atlet perempuan Amerika pertama yang menyelesaikan triple axel atau loncatan sulit selama kompetisi. Sayang tiga tahun kemudian, dunianya runtuh ketika mantan suaminya bersekongkol melukai Nancy Kerrigan, sesama calon tim Olimpiade. Nancy ditusuk sehingga tidak bisa masuk tim.

Tonya Harding hancur dan karirnya rusak. Selamanya dia dikaitkan dengan salah satu skandal paling terkenal dalam sejarah olahraga. Karakter Tonya Harding ini dimainkan dengan apik oleh aktris Margot Robbie.

Film I, Tonya (kiri), Tonya Harding asli (tengah) dan gaya Margot sebagai Tonya Harding (Foto: Net)

Aktris berusia 31 tahun itu pun diganjar piala Best Actress in Comedy di Critics’ Choice Movie Award. Perjuangan Margot memang besar. Setiap hari duduk di kursi rias selama delapan jam. Dia juga harus syuting delapan atau sembilan adegan, berganti riasan dan kostum hanya dalam 20 menit.

“Saya harus kreatif merias Margot untuk peran Tonya Harding. Saya mengulaskan lem bulu mata di sudut mata dan menarik ke bawah untuk kesan mata sayu. Demikian dengan bibirnya, harus dibuat menyempit dan membentuk  Jadi, dia menjadi kreatif. “Mata Margot tersenyum, mereka dibangun seperti itu,” kata Denaver tentang bintang berusia 31 tahun, yang juga memproduseri film tersebut.

Nancy Kerrigan kini (Foto: Twitter)

“Saya mengambil sudut matanya dan menggunakan perekat bulu mata dan menariknya ke bawah untuk membuatnya sedikit terkulai seperti yang dimiliki Tonya. Hal yang sama dengan mulutnya. Saya tidak hanya membuat bibirnya menyempit tetapi menyeret sudut mulutnya ke bawah,” kata Deborah.

Munich

Film terinspirasi Olimpiade selanjutnya adalah Munich. Dibintangi Eric Bana dan Daniel Craig, Munich ini bukan mengangkat cerita atlet yang berlaga di Olimpiade. Melain cerita tentang aksi teroris di perhelatan Olimpiade Munich tahun 1972. Kelompok teroris Palestina bernama Black September membunuh 11 anggota tim Olimpiade dari Israel. Avner Kaufman (Eric Bana), agen Mossad, keturunan Yahudi-Jerman menjadi pemimpin misi menghabisi 11 teroris yang bertanggung jawab atas pembunuhan massal itu.

Dirilis tahun 2005, Munich adalah film Daniel Craig sebelum dia menjadi James Bond. Selain Eric Bana dan Daniel Craig, tiga aktor utama yang bermain adalah Mathieu Kassovitz (Robert, seorang Belgia), Hanns Zischler (Hans dari Jerman) dan Ciaran Hinds (Carl dari Irlandia).

Lima aktor utama di film yang terinspirasi dari olimpiade, Munich: Daniel Craig, Eric Bana, Ciaran Hinds, Mathieu Kassovitz dan Hanns Zischler (Foto: Universal/DreamWorks)

“Ini film super beda dari film-film yang pernah saya sutradarai. Nggak sekadar menemukan sisi berbeda dari lima tokoh utama, tapi juga lima gaya akting, lima aksen dan lima kepribadian yang sangat unik,” kata Steven yang juga menulis skenarionya.

Munich diadaptasi dari buku berjudul Vengeance karya George Jonas, anggota Operasin Wrath of God, tim pembalasan rahasia pemerintah Israel terhadap Organisasi Pembebasan Palestina setelah pembantaian di Olimpiade Munich tahun 1972.

Chariots of Fire

Film ini disebut-sebut sebagai film olahraga terbaik sepanjang sejarah. Bercerita tentang dua atlet Inggris yang berlaga di Olimpiade Paris 1924.
Tokoh utamanya adalah Eric Liddell dan Harold Abrahams. Mereka atlet dengan dua keyakinan dan berlari dengan tujuan yang berbeda.

Eric adalah seorang Kristen Skotlandia yang taat dan berlari untuk kemuliaan Tuhan. Sementara Harold Abrahams, seorang Yahudi Inggris yang berlari untuk mengatasi prasangka. Chariots of Fire sendiri dirilis Maret, 40 tahun lalu. Dibintangi Ben Cross sebagai Harold Abrahams dan Ian Charleson sebagai Eric Liddlell. Chariots of Fire meraih banyak penghargaan dan mendapat review menarik kala itu.

Untuk negara dan kehormatan, mereka berlari (Foto: Net)

“Sejak dulu saya bukan pecinta lari dan bukan anggota komunitas class system Inggris. Tapi saya langsung jatuh cinta dengan Chariots of Fire, film Inggris yang bercerita tentang lari dan class system,” kata kritikus film Roger Ebert dalam tulisan yang dirilis 1 Januari 1981 itu.

“Seperti halnya film-film hebat lainnya, Chariots of Fire mengangkat banyak kisah kemanusiaan, ketimbang yang lain. Namun film ini juga sangat banyak menampilkan adegan lari,” imbuhnya.

Gold

Film ini sangat bersejarah bagi India. Sebab ini mengangkat sejarah yang diukir di pesta olahraga terbesar di dunia. Yaitu keberhasilan meraih medali  pertama di Olimpiade Inggris tahun 1948. Medali itu diperoleh lewat tim hokinya. Dibintangi Akhsay Kumar sebagai Tapan Das, pria yang memimpin tim hoki India memenangkan medali emas pertama India di Olimpiade 1948 itu. Selain Akhsay, film yang rilis tahun 2018 itu dibintangi Mouni Roy, yang juga mencatatkan diri sebagai film Bollywood perdananya. Juga Amit Sadh, Vineet Kumar Singh, Kunal Kapoor, Sunny Kaushal dan Nikita Dutta.

Film yang terinspirasi dari Olimpiade, Gold yang dibintangi Akhsay Kumar (Foto: Gold Movie Review)

Kala itu tim hoki India bertanding luar biasa dan mengalahkan Inggris Raya di final. Tapan Das sendiri tokoh fiksi, namun tokohnya diadaptasi dari seseorang yang mempelopori tim Olimpiade di India, Moin-ul-Haq. Moin-ul-Haq adalah chef-de-mission dari kontingen Olimpiade India ketika India kali pertama berpartisipasi sebagai negara bebas di Olimpiade tahun 1948 di London. Meskipun kala itu negara masih kesulitan, namun Moin-ul-Haq melihat potensi dan peluang melalui olahraga.

Tim hoki India yang mengalahkan Inggris (Foto: Olympics.com)

Dia mendorong semua orang untuk berolahraga, bahkan mereka yang tidak pernah berolahraga sekalipun. Dia bukan pelatih namun lebih dari itu. Dia adalah pelopor. Setelah meninggal tahun 1970, namanya diabadikan di Stadion Moin-ul-Haq. Pemerintah India juga memberi penghargaan Padma Shri di tahun yang sama.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here