Fashionality 2023 Menyulap Sarung Majalaya Jadi High Fashion

Foto: Dok. Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI)

Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), kembali menggelar pekan mode tahunan terbesar di Jawa Barat, setelah sebelumnya sukses dengan Modest Est Mode di tahun 2022. Bertempat di Trans Convention Center, pada tanggal 12-14 Desember 2023, APPMI hadir dengan Fashionality 2023 bertajuk Impression.

Perwakilan desainer APPMI Jawa Barat, Suzan Zhuang mengatakan, ide tema Impressions pada gelaran Fashionality berasal dari mendiang Harry Ibrahim. “Biasanya kami mulai konsep di bulan Agustus, sayang sekali beliau lebih dulu berpulang, sehingga akhirnya kami ingin terus melanjutkan konsep itu. Makanya kami berharap, acara ini bisa menjadi momen yang berpatri di akhir tahun. Semoga lebih bisa membawa dampak khusus bagi pelaku mode di Indonesia dan jadi impress to everyone, meaningful pada segala aspek fashion,” kata Suzan di Trans Convention Center, Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (12/12).

| Baca Juga: Ini Dampak Tindakan Will Smith di Oscar 2022 Bagi Pernikahannya

Harry yang mangkat pada 15 Oktober lalu meninggalkan catatan khusus, termasuk konsep acara Fashionality. “Ia sudah menjelaskan secara detail sesuai dengan standar yang tinggi dan perfeksionis. Ia juga ingin dikenal sebagai fashion desainer yang meninggalkan legacy,” ujar Suzan penuh haru.

Pada tahun ini, Fashionality 2023 melibatkan sekitar 120 desainer dan lebih 90 jenama untuk memperlihatkan ide-ide kreatifnya yang orisinil, yang dipadukan dengan keindahan budaya nusantara, sehingga memberikan ‘Impression’ di masyarakat.

Tingkatkan Harga dan Nilai Jual Wastra

Di gelaran Fashionality 2023 ini, Indonesia Fashion, Art and Festival (IFAF) memperkenalkan sarung tenun Majalaya. Sarung tenun Majalaya sendiri merupakan kain tenun yang proses pembuatannya menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), dan telah ada secara turun temurun di daerah Majalaya, Kabupaten Bandung.

Menurut Lina Marlina selaku pendiri IFAF, akibat perkembangan teknologi yang semakin maju dan dunia yang semakin modern, sarung tenun Majalaya banyak ditinggalkan dan terlupakan. Penggunaannya bahkan hanya sebatas untuk keperluan ibadah semata atau di hari raya besar, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Padahal ini merupakan salah satu budaya Indonesia yang sudah ada sejak lama.

Menurut Dadang Supriatna, Bupati Bandung, bahwa pada sarung Majalaya ditemukan motif poleng sebagai motif lokal yang pernah muncul antara tahun 1930-1970. “Motif poleng merupakan aplikasi dari motif dasar dengan struktur, yang termasuk ke dalam kategori garis dan kotak-kotak,” jelas Dadang Supriatna.

Dan kini sarung Majalaya bukan saja menjadi sektor industri tekstil di Jawa Barat, namun menjadi kebanggaan Kabupaten Bandung yang ikut mengangkat nama dan potensi lainnya. “Variasi motif sarung Majalaya dapat dikreasikan menjadi aneka ragam busana juga hasil kerajinan yang bernilai estetis dan ekonomis,” ujarnya.

Untuk melestarikan sarung tenun Majalaya, sambil meningkatkan nilai tambah yang ada, dan memperkenalkannya lebih luas, IFAF pun menggandeng sembilan desainer sekaligus, untuk menyulap sarung tenun yang kerap dianggap kuno, tradisional, dan kolot itu, menjadi koleksi pakaian kekinian. Mereka adalah Ayu Dyah Andari, Bellahasura, Dewi Noor x Lina Marlina, Hanny Lovely, Kisera x Klambikoe by Anti, Kursien Karzai, Malik Moestaram, Rya Baraba, dan Zuebarqa by Benz.

| Baca Juga: Tiga Aktor Peraih Piala Citra Bertemu Film Heartbreak Motel

Lina berharap kolaborasi antara IFAF dan APPMI dalam mengangkat sarung tenun Majalaya, akan makin meningkatkan harga dan value dari produk wastra yang dikerjakan turun temurun oleh sekitar 300 perajin di Majalaya. “Harga akan makin mahal ketika diciptakan dengan desain yang lebih bagus. Jusana dari sarung tenun Majalaya bisa untuk harian atau pesta. Diharapkan hal ini menjadi inspirasi bagi perajjn sarung tenun, bahwa wastra itu bisa dibikin menjadi luar biasa bernilai jual tinggi,” jelasnya.

Masing-masing desainer membawakan koleksi yang memadukan antara sarung tenun Majalaya, dengan DNA brand yang mereka miliki. Seperti Bellahasura yang membawa menghadirkan koleksi dengan gaya Bohemia. Kali ini Bellahasura mempersembahkan sarjng dalam dimensi keanggunan dan kemewahan yang dikombinasi santili dan jetsilk.

| Baca Juga: Kucing Taylor Swift Ikutan Jadi Sampul Majalah Time

Ataupun Ayu Dyah Andari yang memadukan antara motif poleng yang ada pada sarung tenun Majalaya dengan bahan lainnya, guna menimbulkan kesan looks yang elegan dan misterius. Semisal dengan membangun kontras antara garis desain yang feminim dengan palet warna yang cenderung gelap.“Tidak ketinggalan, ada juga sulaman payet handmade yang tentunya sedikit berbeda dengan koleksi Rose and Beyond yang dibawakan di London Fashion Week kemarin. Koleksi ini bernuansa hijau tua, navy, dan coklat tua, yang telah disesuaikan dengan warna khas dari sarung tenun Majalaya,” ungkap desainer Ayu Dyah Andari.

Diharapkan melalui kolaborasi dengan para desainer dapat membantu perajin sarung tenun Majalaya untuk terus berkarya menghasilkan produk yang lebih berkualitas dan melestarikannya. Dengan demikian, sarung tenun Majalaya dapat dikenal lebih luas lagi oleh publik sebagai wastra yang lebih modern. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here