Hingga Kamis (25/6) ini, sudah ada lebih dari sembilan juta kasus virus corona yang tersebar di 213 negara termasuk Indonesia. Meski jumlahnya terus meningkat, pemerintah Indonesia mulai mengendurkan peraturan dan memberlakukan new normal.
Pada kondisi new normal, masyarakat sudah diperbolehkan beraktivitas secara normal, meski harus mematuhi protokol yang ditetapkan. Sayangnya, tidak sedikit orang yang menyepelekannya.
Hal itu rupanya jadi perhatian aktris Sophia Latjuba. Perempuan 49 tahun itu mengaku bingung melihat apa yang sekarang terjadi. Lewat laman Instagram-nya, Sophia mengatakan kalau kondisi ini terasa tidaklah nyata.
“Ya, aku masih di sini tersenyum…Tapi.. semuanya terasa tidak nyata saat ini. Sedangkan di Indonesia semuanya berjalan secara normal seperti tidak ada yang terjadi. Aku masih di sini, menjalani hidup dengan keprihatinan,” tulis Sophia mengiringi foto selfie yang diunggahnya.
| Baca juga: Sophia Latjuba Curhat soal Perbedaan Agama & Budaya dalam Keluarganya
Sophia menilai, masyarakat Indonesia mulai terpecah belah. Ada yang terang-terangan tidak peduli dengan keadaan, sementara yang lain masih bersembunyi karena takut kesehatannya terganggu.
“Seluruh bangsa ini tampaknya mulai terpisah dan terbagi oleh mereka yang terlihat tidak peduli dan mereka yang masih bersembunyi; takut akan kesehatan mereka. Aku tak merasa kalau kita satu kesatuan lagi, sebagai manusia dan sebagai warga negara,” ujar mantan kekasih Ariel ‘Noah’ itu.
Sophia itu menyoroti orang-orang yang mulai bertindak berdasar kepentingan sendiri. Mereka tidak memikirkan kalau apa yang dilakukan bakal memengaruhi banyak orang.
“Setiap orang melakukan apa yang mereka pikir penting bagi diri sendiri dan lupa kalau apa yang dilakukan itu memengaruhi orang di sekitarnya, bahkan jika mereka tak pernah bertemu satu sama lain,” beber Sophia.
| Baca juga: ‘Suami’ Diciduk karena Narkoba, Begini Respon Sophia Latjuba
Di akhir unggahannya, pemain sitkom Tetangga Masa Gitu tersebut menyisipkan sarannya. Ia mengatakan sebaiknya Indonesia tidak lagi mempraktekkan model bertahan hidup ‘Yang kuat yang bertahan’.
“Dan sebagai bangsa modern, kita seharusnya tidak mengadopsi gagasan ‘yang paling kuat yang bertahan’. Kita harusnya menganut gagasan perlindungan dan keselamatan untuk semua,” pungkasnya. (*)