Baru-baru ini, publik dikagetkan dengan rekaman CCTV yang memperlihatkan seorang pria membawa troli berisi jenazah yang dibunuhnya, dalam sebuah lift. Dia terlihat santai bahkan tersenyum dan menyapa pengunjung lain yang ditemuinya. Perilaku pria bernama Rudolf Tobing ini sontak mendapat respon dari netizen. Tak sedikit yang menyebutnya sebagai psikopat. Meski begitu, belum ada penyataan apapun dari pihak berwajib tentang kondisi pembunuh tersebut.
Menurut psikiater dr. Aimee Nugroho, Sp.KJ., memang tak mudah menjustifikasi seseorang sebagai psikopat. Apalagi kalau hanya dilihat dari rekaman CCTV saja.
“Sulit untuk mengambil kesimpulan dari video singkat. Namun, terlepas dari alibi, dia (pelaku, red) kelihatan nyantai tanpa rasa takut. Sebenarnya bisa dilihat bahwa ada kemungkinan pelaku adalah psikopat. Tetapi balik lagi, ini hanya kemungkinan saja,” ujarnya kepada Nyata, Minggu (23/10) lalu.
Psikiater itu pun juga menjelaskan ciri-ciri seorang psikopat pada umumnya. Secara definisi, psikopat merujuk pada gangguan kepribadian yang mempunyai ciri-ciri seperti antisosial, sering menyakiti hewan, manipulatif, gaslighting, dan tidak ada empati.
”Psikopat itu antisosial. Orang-orang itu salah mengartikan antisosial sebagai orang yang tidak bisa bersosialisasi. Itu tidak benar. Di sini, arti antisosial adalah melanggar nilai-nilai dan norma-norma masyarakat tanpa adanya rasa bersalah,” jelas Aimee.
|Baca Juga: 10 Tanda Kamu Sering Kena Gaslighting. Waspadalah!
Selain itu, seorang psikopat juga sering ditemui dengan ciri superficial charming. Ciri itulah yang sering ditemukan dalam beberapa kasus.
“Dari luar ini orangnya menarik. Orangnya gaul, enak diajak ngomong. Tidak kelihatan sama sekali kalau dia punya kejahatan. Seorang psikopat kebanyakan seperti orang umum lainnya,” lanjutnya.
Faktor Penyebab
Aimee menambahkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan orang bisa menjadi psikopat. Yang pertama adalah dari genetik alias sudah terbentuk sejak lahir.
“Saya beberapa kali mendapat kasus pasien anak angkat yang dibesarkan di keluarga yang baik-baik saja tetapi anaknya psikopat. Jadi orangtua angkatnya itu dipukuli terus. Setelah saya beberapa kali membaca jurnal, ternyata genetik memang mempengaruhi,” ujar alumnus Universitas Airlangga, Surabaya, tersebut.
Yang kedua, pola asuh dari keluarga juga ikut mempengaruhi terbentuknya gangguan kepribadian itu. Seorang anak akan meniru perbuatan yang dilakukan oleh orangtuanya. Jika anak itu dibesarkan di keluarga yang kasar, ia kemungkinan akan berperilaku sama.
“Makanya kalau orangtuanya sering memukuli anaknya dengan tega, berarti mempunyai emosi tidak stabil. Anaknya pun secara tega juga menyakiti orang lain,” tutur psikiater dengan followers lebih dari 30 ribu di Instagram itu.
Efeknya, anak mengalami trauma. Aimee juga menambahkan, “Anak psikopat jika dites biasanya berkata bahwa dia berasal dari keluarga yang kurang mengakui keberadaannya. Dibesarkan di keluarga yang tidak suportif.”
|Baca Juga: 5 Tanda Seseorang Terjangkit Celebrity Worship
Meski begitu, sebenarnya trauma bukanlah alasan yang dapat membenarkan perilaku jahat kepada orang lain. Trauma bisa menjadi media pembelajaran bagi seseorang.
“Semua pengalaman baik atau buruk itu yang menjadikan siapa kita hari iini. Dalam arti, jika kita mengalami pengalaman buruk tapi kita bisa berdamai dengan itu, maka trauma bisa membuat kita belajar tentang hal baru,” katanya.
“Sebagai contoh, ada orang yang sering dipukuli oleh orangtuanya waktu kecil. Namun, sangking tahu bagaimana rasa sakit itu, ia berjanji tidak akan mengulanginya kepada anaknya kelak. Itu malah bagus,” tutup Aimee. *mir/amy