Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu, Jawa Timur tengah jadi sorotan. Jika biasanya lembaga pendidikan itu terkenal dengan berbagai inovasi wirausahanya, kali ini bukan hal tersebut yang membuat mereka diperbincangkan. Founder SPI, JE dilaporkan atas kasus pelecehan seksual terhadap belasan siswi SPI.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait melaporkan JE ke Polda Jatim, Sabtu (29/5). Komnas PA telah mengumpulkan berbagai bukti kekerasan seksual yang menimpa peserta didik perempuan SPI sejak 2009 hingga 2020.
“Jadi hari ini cukup menyedihkan bagi Komnas PA, karen ada lembaga/institusi pendidikan yang dikagumi, khususnya masyarakat Batu dan Jatim. Ternyata sekolah berinisial SPI di Kota Batu menjadi sumber malapetaka peserta didik di sana,” kata Arist kepada awak media di SPKT Polda Jatim, Sabtu (29/5).
Menurut Arist, JE melakukan kejahatan seksual secara berulang-ulang pada belasan siswi SPI. Tak hanya ketika para siswi menempuh pendidikan, kejahatan tersebut juga dilakuan JE ketika para siswi sudah lulus.
“Dia itu melakukan kejahatan seksual berulang-ulang kepada puluhan anak-anak pada masa sekolah di sana. Antara kelas 1, 2, 3 dan sampai anak itu lulus dari sekolah masih mengalami kejahatan itu,” imbuh Arist.
Hal tersebut tentu mengagetkan berbagai pihak. Terlebih JE selama ini dikenal sebagai sosok yang inspiratif. Namun Arist menegaskan di balik prestasi JE itu, ada perilaku tidak terpuji yang dilakukannya berulang-ulang.
| Baca juga: Founder SMA Selamat Pagi Indonesia: Negeri Ini Butuh Banyak Gatotkaca
Arist menyebut pelecehan seksual tak hanya terjadi di lingkungan sekolah SPI. JE juga melakukan aksinya ketika melakukan kunjungan ke luar negeri bersama siswa dan siswi SPI.
“Perilaku si pengelola ini mengakibatkan anak berada dalam situasi yang sangat menyedihkan. Karena perilaku kejahatan seksual bukan hanya di tempat di mana anak didik itu dididik, tapi di luar negeri ketika mereka melakukan kunjungan,” terang Arist.
Kasus tersebut terkuak setelah Komnas PA menerima laporan dari salah satu korban. Dari laporan tersebut, pihaknya melakukan investigasi dan menemukan ada 15 korban. Tiga di antaranya diajak Komnas PA untuk ikut melapor ke Polda. Ketiga korban itu berasal dari Madiun, Kutai dan Poso.
“Dari 15 korban, 3 diantaranya kami ajak untuk melaporkan ke Polda Jatim. Kami menyerahkan bukti-bukti data agar diusut,” beber Arist.
Parahnya lagi, JE tak hanya dituding melakukan pelecehan seksual tetapi juga kekerasan fisik, kekerasan verbal, hingga eksploitasi ekonomi dengan mempekerjakan anak. Perlakuan tak terpuji itu dilakukan sejak 2009, 2011 dan 2020.
“Laporan terkonfirmasi selain kejahatan seksual yang berulang-ulang korbannya adalah sejak SMA di sana, tapi juga kejahatan fisik memukul, menendang, memaki termasuk kekerasan verbal termasuk kekerasan yang sifatnya ekonomi,” kata Arist.
“Mereka dibungkus untuk sekolah, tapi ternyata mereka dipekerjakan melebihi jam kerja dan menghasilkan uang yang banyak, tapi mereka tidak dapat imbalan yang layak,” jelasnya.
| Baca juga: Julianto Eka Putra, Pendiri Sekolah Gratis di Kota Batu
Menurut Arist, ini adalah masalah yang menyedihkan. Pasalnya sekolah yang selama ini dibanggakan oleh Pemkot Batu dan Pemprov Jatim itu ternyata menyimpan segudang kejahatan terhadap anak.
“Saya kira hari ini diterima SPKT Polda Jatim bagian dari penegakan hukum yang merasa dirugikan. KPAI menemani korban, paling tidak ada peningkatan hukum,” pungkasnya. (*)