Salah satu rumah yang terletak di RT 34 RW 18, Pedukuhan Sadang, Kelurahan Tanjungharjo, Nanggulan, Kulon Progo, belakangan ini mendadak banyak dikunjungi orang. Tak hanya dari desa sebelah, bahkan sampai luar provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebenarnya tak ada yang istimewa dari rumah yang berada persis di samping jalan utama desa itu.
Yang membuatnya jadi pusat perhatian adalah keberadaan seorang nenek berusia lebih dari satu abad, tepatnya 117 tahun, yang tinggal di gubuk berukuran sekitar tiga meter persegi, samping rumah tersebut. Nenek bernama Suparni yang oleh warga sekitar dipanggil Mbah Suparni ini memang tengah viral setelah seseorang mengunggah videonya ke media sosial.
Bagaimana tidak, nenek dua anak, empat cucu, dan enam cicit ini. masih memiliki ingatan, penglihatan, serta pendengaran yang sangat baik. Layaknya orang yang berusia antara 50-60 tahunan.
Jika tidak ada pekerjaan di malam hari, Suparni memanfaatkan waktu luangnya untuk mengunjungi anak, cucu, cicit, dan sanak saudaranya yang masih tinggal sedesa dengannya.
Usai bersilaturahmi, Suparni kembali pulang, namun ia tak akan langsung tidur. Suparni baru akan tidur setelah cicitnya, Angga, pulang bekerja sekitar pukul sepuluh malam.
Walaupun aktivitasnya terbilang banyak, selama kami bertandang ke sana, tak terlihat Suparni makan besar. Ia hanya mengonsumsi biskuit yang terlebih dahulu dicelupkan ke dalam teh hangat sebelum dimakan. Wajar, gigi Suparni hanya tinggal satu.
Suparni mengaku tidak pernah makan terlalu kenyang, menurutnya mekan itu merupakan keharusan, namun jangan berlebihan. Gaya hidup seperti itu membuat Suparni tidak pernah terkena penyakit serius. Hanya sesekali sakit batuk yang biasa diobatinya dengan obat tradisional.
Suparni mengaku pantang meminum obat-obatan kimia. Ia meyakini jika obat-obatan tersebut dapat memberikan efek samping yang akan dibawanya hingga tua. Supaya tidak gampang sakit, Suparni rajin mengonsumsi jamu yang berasal dari dedaunan, seperti sambiloto.
Ia biasanya membeli jamu di penjual jamu langganannya di Yogyakarta, saat belanja barang dagangan. Sedangkan, untuk menjaga kualitas matanya, Suparni rutin cuci muka dengan air seduhan daun sirih setiap pagi dan sore. ”Ambil daun sirih enam sampai tujuh lembar, cuci bersih, kemudian seduh dengan air hangat,” ujarnya.
”Setelah dingin, bisa diminum untuk meredakan batuk, cuci muka untuk mempertajam penglihatan, dan sekaligus untuk obat bila sakit mata. Kalau pakai obat mata buatan pabrik pasti nanti ada cirinya (efek samping, red),” imbuh Suparni.
Dari caranya bercerita, siapapun bisa menyimpulkan jika Suparni masih memiliki ingatan yang tajam. Suparni memiliki cara yang sangat sederhana untuk menjaga kemampuan otaknya, yaitu dengan menghilangkan rasa iri dan dengki dalam hatinya.
”Kalau ada orang yang iri pada tetangga atau temannya yang punya sesuatu, berarti dia temannya setan. Kalau tidak punya, dilarang mengeluh. Kalau diberi rezeki Gusti Allah, jangan lupa berbagi. Jangan menuruti nafsu untuk membeli sesuatu yang kita inginkan, jadi orang itu harus sederhana,” pesannya.
Walaupun Suparni orang tak punya, ia selalu bersyukur dan tak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya. Suparni pun sempat bercerita tentang kehidupan masa mudanya pada Nyata. Ia masih ingat saat akan bersekolah dulu, tangannya harus bisa memegang telinga melalui atas kepala.
”Kalau tangan kita tidak dapat memegang telinga kita sendiri, berarti tidak boleh sekolah dulu. Kalau jaman sekarang kan tidak, anak belum waktunya sekolah sudah dipaksa masuk sekolah. Ketika berangkat dan pulang sekolah harus diantar-jemput, itu yang membuat anak manja. Kalau dulu berangkat dan pulang sekolah sendiri,” kenangnya.
Suparni menikah dengan seorang pria asal desa tempat ia tinggal sekarang di tahun 1942. Pria tersebut bernama Raben, usianya 25 tahun lebih muda dari Suparni, tepatnya saat ini berusia 92 tahun. Tiga tahun kemudian, Raben memboyong Suparni ke desanya. Sembilan tahun kemudian, mereka dikaruniai putri pertama, yang tak lain adalah Tukiyem.
Baca Juga | |
Tokoh Dunia Keperawatan yang Ubah Dunia Lewat Kerja Keras Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa ada banyak wanita yang berkontribusi pada … [Read More] |
Lalu pada tahun 1957, putra kedua lahir dan diberi nama Sudiwiyono. Suparni dan Raben mulai hidup terpisah sejak tahun 1965. Saat itu, adik Raben, Senno, meminta tolong Raben untuk menjaga istrinya. ”Dulu Senno itu pernah judi lalu ditangkap polisi. Karena istrinya hamil dan mau melahirkan, dia menyuruh suami saya ke Sumatra untuk menjaga istrinya. Saya kasihan, akhirnya saya izin- kan,” kenangnya.
Setelah istri Senno sudah melahirkan dan Senno sudah keluar dari penjara, Raben malah tak pulang. Suaminya itu beberapa kali mengirimkan surat pada Suparni agar ikut ke Sumatra, namun Suparni selalu menolak. Hingga suatu ketika, Raben mengirinkan surat yang isinya sangat mengejutkan Suparni, Raben minta izin menikah lagi.
”Suratnya saya balas, ’Silahkan kalau mau menikah lagi, tapi saya punya syarat. Kekayaannya yang ada di desa ini, tidak boleh dibagikan dengan istri dan anaknya di sana. Kekayaannya hanya untuk saya dan anak saya’, dia setuju,” papar Suparni.
Sampai saat ini, status pernikahan Suparni dan Raben masih sah secara hukum. Namun, Suparni sudah menganggap dirinya janda sejak suaminya itu menikah lagi. Setelah ‘menjanda’, tak sedikit pria di desanya yang mengajak menikah, namun Suparni selalu menolak.
Suparni memiliki prinsip, selama hidupnya, ia hanya jatuh cinta dan menikah satu kali saja. ”Niat saya hanya ingin merawat kedua anak saya,” pungkasnya. *bas/adi/fel
Selain Mbah Suparni, baca juga kisah-kisah lainnya di Tabloid Nyata edisi 2403 terbit tanggal 22 Juli 2017