Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Kamis (22/8) lalu, kasus korupsi timah yang melibatkan Harvey Moesi, memunculkan nama seorang perwira tinggi Polri, yaitu Brigjen Mukti Juharsa.
Brigjen Mukti disebutkan oleh Ahmad Syahmadi, seorang mantan General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung, yang menjadi salah satu dari lima saksi di sidang kasus korupsi tersebut.
Saat persidangan berlangsung, Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, menanyakan kepada Ahmad Syahmadi tentang bagaimana ia pertama kali mengenal Harvey Moeis.
Pertanyaan itu pun membuka cerita bagaimana nama Brigjen Mukti Juharsa ikut terseret dengan kasus korupsi timah.
| Baca Juga : Sebelum Sidang, Harvey Moeis Sempatkan Berdoa dengan Khusyuk
Ternyata, Mukti Juharsa merupakan admin dari sebuah grup WhatsApp bernama ‘New Smelter’ yang dibuat pada 2016.
“Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti,” jawab Syahmadi.
“Pak Mukti. Mukti siapa? Dari Polri?” tanya Hakim Eko.
“Dari Polda,” tegas Syahmadi.
“Namanya polda apa Pak?” tanya Hakim.
“Polda Kepulauan Bangka Belitung,” kata Syahmadi.
Grup tersebut digunakan sebagai media koordinasi antara PT Timah dengan perusahaan smelter swasta yang terafiliasi.
| Baca Juga : Sidang Lanjutan Harvey Moeis, Hadirkan Lima Saksi Kasus Korupsi Timah
Menurut penuturan Ahmad Syahmadi, grup WhatsApp tersebut dibuat untuk memudahkan komunikasi antara PT Timah dan para perusahaan smelter swasta. Grup itu beranggotakan sekitar 20 hingga 25 orang, termasuk dua anggota kepolisian dan beberapa pihak dari PT Timah.
“Seingat saudara berapa smelter yang ada yang di dalam grup itu?” tanya Hakim.
“Mungkin sekitar 20 atau 22,” jawab Syahmadi.
Dalam grup itu lah, sejumlah pertemuan penting terkait koordinasi dan peningkatan produksi timah dilakukan. Syahmadi menyebut Mukti Juharsa adalah sosok yang menginisiasi grup tersebut.
“Jadi latar belakangnya untuk meningkatkan produksi?” kata Hakim Eko kepada Syahmadi.
| Baca Juga : Hadiri Sidang Perdana Korupsi, Harvey Moeis Pakai Kemeja Mewah
“Tapi untuk meningkatkan produksi, meskipun buka tambang baru pasti prosesnya lama. Harus ngebor, harus bikin jalan, bikin jembatan, panjang Yang Mulia,” jelas Syahmadi.
Pada waktu itu, Mukti menjabat sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung. Pertemuan yang digambarkan oleh Ahmad Syahmadi berlangsung di Pangkal Pinang pada tahun 2018, di mana ia pertama kali bertemu dengan Harvey Moeis.
Pertemuan itu berlangsung dalam forum para pemilik smelter swasta di Bangka Belitung. Namun, saat itu Syahmadi belum mengenal Harvey Moeis dengan baik. Ia baru menyadari siapa Harvey Moeis sebenarnya setelah bergabung dalam grup WhatsApp ‘New Smelter’.
Hakim Eko, yang memimpin persidangan, terus menggali informasi dari Ahmad Syahmadi tentang siapa saja yang terlibat dalam grup WhatsApp tersebut.
| Baca Juga : Terima Uang Rp420 M dari Korupsi Timah, Ini Peran Harvey Moeis
Menurut Syahmadi, selain Mukti Juharsa, ada sekitar 20 hingga 22 perusahaan smelter yang terlibat. Dari PT Timah sendiri, hanya ada satu perwakilan, yaitu dirinya sendiri.
Atas kasus tersebut, Harvey Moeis didakwa telah melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ia terdakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaan yang dibacakan pada sidang sebelumnya, Harvey Moeis dituduh mengoordinasi uang pengamanan dari kegiatan pertambangan timah ilegal, yang kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi. (*)