Kisah Nenek Ngadinah Asal Klaten Tiga Hari Bersama Jasad Suami

0
15
Kisah Nenek Ngadinah Asal Klaten Tiga Hari Bersama Jasad Suami
Foto: Dok. Pri/Nyata

Tidak seperti biasanya, rumah bercat merah muda, berdinding keramik dan berpagar hitam di RT-01/RW-07 Dusun Krandon, Desa Kwaren, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah itu terlihat sunyi pada Selasa (17/10) lalu. Tak terlihat aktivitas apa pun di rumah yang dihuni pasangan lansia, Ngadinah dan Hadiwirejo itu. Padahal, biasanya mereka ke sawah untuk bertani. Berjalan menyusuri pematang sembari ngobrol tentang hari tua.

Namun pemandangan itu tak ada lagi sejak Hadiwirejo ditemukan terbujur kaku di kamarnya, Jumat (13/10). Sementara sang istri, Ngadinah juga tak menyadari kalau suaminya telah meninggal dunia.

Padahal kakek berusia 78 tahun itu sudah tak bernyawa sejak tiga hari sebelumnya. Kondisi jasadnya pun sangat mengenaskan, membusuk dan mengeluarkan aroma tak sedap.

Kematian mbah Hadi, demikian Hadiwirejo biasa disapa, tak hanya mengejutkan para tetangga tapi juga keluarga. “Selama ini ibu dan bapak memang jarang keluar rumah dan komunikasi sama saya. Karena nggak ada hape,” terang Witono, anak bungsu Ngadinah dan Hadiwirejo ditemui di rumah duka, Selasa (17/10) lalu.

|Baca Juga: Kisah Inspiratif Aipda Purnomo yang Ikhlas Rawat 500 ODGJ

Foto: Dok. Pri

Sebelum kematian Hadi, Witono sudah punya firasat tidak enak. Ia yang saat itu tengah merantau ke Surabaya meminta bantuan saudaranya, Hartanto dan ketua RT, untuk melihat kondisi orang tuanya. “Feeling saya itu tiga hari tiga malam ini kok nggak enak. Pikiranku nge-blank. Kerja nggak fokus. Kepikiran rumah. Ditambah lagi saya dapat laporan dari tetangga lampu rumah kok mati. Terus saya telpon bu RT ‘Bu, saya njaluk tulung jenguk orang tua saya’ (Bu, saya minta tolong tengok orang tua saya, red). Abis itu telepon saudara juga (Hartanto, red) yang rumahnya dekat situ,” katanya.

Usai mendapat laporan tersebut, tepat pada Jumat (13/10) malam, Hartanto beserta ketua RT datang ke rumah Ngadinah dan Hadiwirejo. Anehnya pintu yang selalu dikunci kali ini tak terkunci. Sehingga bisa dibuka dengan mudah. Cahaya remang-remang menyambut keduanya saat memasuki rumah lansia tersebut.

“Pas lampunya agak remang-remang saya senterin pakai hape. Di situ saya melihat Mbah putri lagi berbaring di kasur. Mbah putri sempat bilang ‘Tulung tilikono pak mu de, Tak cepak i mangan kok gak dimangan’ (Tolong lihatkan kondisi mbah mu de, sudah tidak siapkan makan kok nggak dimakan, red),” kata Hartanto menirukan ucapan Ngadinah.

Lokasi ditemukannya jasad Hadiwirejo. Foto: Dok. Pri

|Baca Juga: Suster Margaretha Kolo, Biarawati Kuliah di Kampus Islam

Langkah kaki Hartanto lantas terhenti di sebuah ruangan tepat di sebelah kamar Ngadinah. Di ruang berukuran 6×6 meter itu lah Hadiwirejo terbaring tanpa nyawa.

“Di tengah kegelapan kan saya senterin tuh. Disana saya kaget melihat kondisi mbah Hadi perut dan tangannya sudah bengkak. Saya lari ketakutan,” ungkap Hartanto, masih dengan ekspresi syok.

Hartanto langsung tancap gas melaporkan hal tersebut ke perangkat desa. Dari situ laporan diteruskan ke babinsa, pihak kepolisian dan tim medis. Mereka datang untuk melakukan pemeriksaan.

“Mayatnya si mbah langsung dibawa sama relawan, terus dibersihkan dan diperiksa tim medis. Dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan kekerasan. Dan mbah meninggalnya sudah lebih tiga hari. Itu yang membuat jasadnya bengkak,” ujarnya.

Lantas seperti apa kisah selengkapnya? Bagaimana cerita cinta pasangan lansia tersebut? Baca hanya di Tabloid Nyata edisi 2726. Klik di sini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here