Amyotrophic Lateral Sclerosis atau ALS merupakan penyakit yang menyerang sistem sel saraf pada otak dan sumsum tulang belakang. Lantaran sifatnya yang progresif, maka neuron atau sel saraf yang rusak, perlahan akan kehilangan fungsi, atau bahkan mati.
Dua tokoh terkenal dunia, meninggal tahun ini akibat penyakit ALS. Dia adalah ahli fisika dan kosmologi, Stephen Hawking, dan kreator serial kartun SpongeBob SquarePants, Stephen Hillenburg.
Berbeda dari Hillenburg yang meninggal setelah satu tahun mengidap ALS, Hawking mampu bertahan dan berjuang melawan penyakitnya, selama lebih kurang 50 tahun.
Berdasarkan keterangan dari dr. Christian Kamallan, Sp.S., M.Med., sekitar 50% penderita ALS mampu bertahan hingga tahun ketiga. Sedangkan 20% lainnya bisa bertahan hidup sampai tahun kelima, dan kurang dari 5% bertahan hidup hingga dua dekade.
Baca juga: Mengenal Penyakit ALS, Penyebab Kematian Kreator SpongeBob
ALS umumnya menyerang penderitanya melalui dua cara, yaitu melumpuhkan otot-otot pernapasan, sehingga membuat penderita kesulitan dalam bernapas. Atau cara kedua, dengan melumpuhkan otot untuk menelan, sehingga penderita menjadi kekurangan nutrisi dan dehidrasi.
Di Indonesia sendiri, khususnya di Surabaya, Christian menjumpai penderita ALS yang mampu berjuang selama 12 tahun.
“Didiagnosa waktu umur 45 tahun, sampai akhirnya meninggal umur 57 tahun. Keluhannya tidak bisa menyangga leher, bahu dan lengannya pun lumpuh. Yang namanya saraf leher, letaknya diatas, jadi mengganggu saraf pernapasan juga,” papar dokter 51 tahun itu.
Menurutnya, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pemicu penyakit ALS. Namun ada beberapa teori yang menyebutkan, bahwa polusi atau lingkungan, juga berperan dalam kasus ini. Pola makan pun sebaiknya harus terus diperhatikan, agar terhindar dari kemungkinan terkena penyakit ini.
Baca juga: Maudy Ayunda Bukukan Cerita Masa Kecilnya
Adapun gejala yang tampak secara umum, otot-otot mengecil, terjadi fasikulasi atau otot bergerak sendiri, serta hilang atau berkurangnya power untuk bergerak.
Dalam proses diagnosa penyakit ALS, nyatanya belum ada teknologi yang mampu untuk itu. Selama ini dokter hanya menegakkan diagnosis dari penampilan klinis, tanya jawab, serta kelainan yang tampak secara neurologis.
“Kalau ada gangguan pada bahu, kemungkinan yang kena bagian leher di level nomor C4 atau C5. Kalau gangguan menelan, mungkin saraf otak nomor 9-10. Jadi seperti itu, belum ada teknologi canggih yang benar-benar bisa mendiagnosis penyakit ini,” pungkas dr. Christian. (*)