Universitas Negeri Surabaya (UNESA) sukses menggelar 34th Annual Fashion Show yang dilaksanakan pada Sabtu (27/5) malam. Acara yang diadakan oleh mahasiswa Tata Busana ini terasa sangat istimewa, mengingat ini adalah pertama kalinya agenda itu dilaksanakan di lapangan Gedung Rektorat Kampus Lidah Wetan. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang diadakan di dalam hotel atau mal.
Tema yang diangkat dalam pagelaran ini adalah BHUMIBRAMA, yang memiliki makna ‘Bhumi’ sebagai tanah, dan ‘Brama’ sebutan untuk penduduk Suku Tengger. Mengangkat tema kehidupan dan budaya masyarakat Tengger, acara ini menghadirkan kolaborasi epik dengan pertunjukan teatrikal dari mahasiswa Sendratasik (seni, drama. tari. musik) UNESA.
Koleksi busana dalam 34th Annual Fashion Show ini terinspirasi dari berbagai tempat yang ada dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dengan total 192 busana yang dirancang oleh 64 desainer muda, yang dibagi menjadi 6 studio yakni Arugabrama, Satwika, Shakkara, Maharja, Mayubhumi dan Agnimaya. Setiap studio mengangkat tema yang berbeda satu sama lain, dan kemudian diwujudkan dalam desain busana wanita dan pria.
|Baca Juga: Industri Fashion Butuh Kolaborasi Kuat dengan Anak Muda Kreatif
Acara megah ini dihadiri oleh Rektor Unesa Prof. Dr. Nurhasan, M.Kes bersama sang istri, sekaligus jajaran dekan dan dosen Tata Busana Fakultas Teknik dan Fakultas Bahasa dan Seni. Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Emil Elestianto Dardak, B.Bus., M.Sc. juga menyempatkan hadir untuk memberikan apresiasinya kepada generasi muda yang berbakat.
“Saya sudah cukup sering menghadiri acara-acara fashion show, tapi yang paling ramai ya baru malam hari ini. Tentu ini merupakan kesempatan luar biasa bagi para desainer untuk memamerkan hasil karya masterpice-nya. Saya merasa bangga bahwa Jawa Timur memiliki UNESA karena bisa membuat fashion show yang kelasnya mudah-mudahan bisa dibanggakan ke tingkat nasional,” puji Emil Dardak.
Banyak kejutan yang ditampilkan dalam fashion show kali ini. Setiap studio menginterpretasikan setiap karyanya dalam rancangan busana sekaligus alur teatrikal dengan sangat baik. Acara yang kurang lebiih dihadiri oleh seribu orang itu memiliki beberapa arena menarik yang bisa dicoba. Seperti photobooth gratis dengan background Gunung Bromo, beberapa tenant kuliner, dan enam bilik yang menampilkan sketsa desain busana setiap studio.
Keenam studio akan menampilkan koleksi busana terbaik mereka yang terinspirasi dari berbagai keindahan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Seperti studio pertama Argabrama yang menampilkan busana ready to wear dengan mengangkat view sunrise dari Gunung Bromo. Dengan busana yang dominan berwarna kuning dan oranye, Argabrama berhasil membawakan kesan hangat, indah dan damai di setiap busana yang ditampilkan.
Studio Satwika mengangkat tema ‘Asmara’ yang diambil dari legenda Joko Seger dan Roro Anteng. Nama Satwika sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ‘dua jiwa menjadi satu’. Ini yang menjadi inspirasi studio dua untuk meluncurkan busana special wear yang didominasi oleh warna dari patung Joko Seger dan Roro Anteng.
Pasir berbisik menjadi tema utama yang dipilih oleh studio tiga, Shakkara. Pasir berbisik yang meliuk-liuk tak beraturan diwujudkan dalam desain asimetris dan cutting gelombang di setiap busana yang ditampilkan. Warna yang digunakan adalah warna-warna gelap bernuansa abu muda, abu tua, biru dongker dan hitam.
|Baca Juga: Digelar di Atas Kapal Pesiar, NYIFW Suguhkan 18 Brand Fashion Lokal
Pura Luhur Poten memiliki ikatan erat dengan suku Tengger di Bromo, ini yang membuat studio empat mengangkat tema tersebut dengan nama Maharja. Keindahan Pura Luhur Poten diwujudkan dalam koleksi evening wear yang didominasi oleh warna abu-abu dan merah. Perpaduan kedua warna itu memberikan kesan keseimbangan layaknya kehidupan.
Studio Mayubhumi terinspirasi dari ritual adat unan-unan yang telah dipercaya oleh Suku Tengger bisa memberikan kehidupan baru bagi semua elemen alam, termasuk bisa memberikan hasil bumi yang melimpah. Busana yang ditampilkan beberapa diantaranya mirip dengan tanduk kerbau, mengingat kepala kerbau adalah salah satu tumbal yang diberikan untuk nenek moyang dan penguasa alam saat upacara unan-unan berlangsung.
Terakhir, studio Agnimaya mengangkat tema rumah adat masyarakat Tengger. Memamerkan koleksi busana ready to wear, Agnimaya berhasil mewujudkan rumah tradisional Suku Tengger dalam siluet dari pemilihan warna, corak dan bentuknya.
Rangkaian acara Annual Fashion Show ini dimulai dari audisi model, fitting toal, fitting 2, grand jury, dan acara puncaknya yang sukses digelar adalah show time (fashion show).