Ketegangan di perbatasan Korea Selatan dan Utara terus berlanjut. Pemerintah Korsel akhirnya memutuskan untuk melanjut operasi siaran melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan antar-Korea, yang terakhir mereka lakukan pada 2018.
Korsel memutuskan kembali melakukan kampanye tersebut, sebagai tanggapan atas peluncuran balon pembawa sampah yang dilakukan Korut belakangan ini.
Beberapa jam setelah keputusan tersebut, militer Korsel mengumumkan bahwa mereka telah menyampaikan pesan, yang kemungkinan bernada kritik terhadap rezim Korut di perbatasan. Meski begitu, militer Korsel tak mau merinci terkait isi siaran perang psikologis tersebut. Termasuk waktu penyiaran, lokasi, dan metode penyampaian yang dilakukan.
| Baca Juga: Sinopsis ‘Search’ Episode 9: Keselamatan Tim Militer Polaris Terancam
Sementara itu, kantor kepresidenan Korsel mengadakan pertemuan darurat Dewan Keamanan Nasional yang dipimpin oleh Penasihat Keamanan Nasional Chang Ho-jin. Pertemuan darurat tersebut untuk membahas cara menanggapi operasi balon terbaru Pyongyang yang diluncurkan pada hari Sabtu (8/6), dan merupakan yang ketiga sejak akhir Mei.
“Kami akan memasang pengeras suara untuk menentang Korea Utara dan melanjutkan siaran hari ini,” ucap pernyataan kantor kepresidenan Korsel.
“Tindakan yang kami ambil mungkin akan sulit ditanggung oleh rezim Korea Utara, namun tindakan tersebut akan menyampaikan pesan-pesan terang dan harapan kepada militer dan warga Korea Utara,” tambahnya, dikutip dari The Korea Times.
| BACA JUGA : Korsel Bersumpah akan Membalas Kiriman Balon Sampah Korut
Korsel menegaskan, bahwa semua tanggung jawab yang timbul dari ketegangan antara kedua negara Korea itu, sepenuhnya berada di tangan Korea Utara. Pemerintah Korsel juga menyebut, jika pihaknya akan mempertahankan sikap kesiapan yang tegas terhadap segala provokasi dari Korut.
Seorang pejabat senior di kantor kepresidenan Korsel mengatakan, pemerintah Korsel tidak akan tinggal diam atas tindakan Korea Utara yang menimbulkan kebingungan dan kecemasan sosial.
“Meski isi balon sampah tersebut tidak berakibat fatal, namun kami tidak punya pilihan selain mengambil tindakan tegas karena dapat berdampak psikologis pada masyarakat,” kata pejabat tersebut.
Pada Sabtu malam, Korut dilaporkan telah mengirimkan gelombang ketiga balon sampah ke Korsel. Hal itu terjadi tepat enam hari setelah negara tersebut berjanji untuk melanjutkan kampanye serupa, jika kelompok masyarakat Korsel meluncurkan balon yang membawa selebaran propaganda anti-Pyongyan.
Kepala Staf Gabungan Korsel (JCS) mengatakan, Korut kembali melanjutkan operasi pengiriman balon-balon tersebut pada Minggu (9/6) malam.
Sebetulnya, kiriman balon susulan dari Korut itu terjadi akibat kiriman selebaran propaganda yang dilakukan aktivis Korsel beberapa hari sebelumnya.
| BACA JUGA : Korut Kembali Mengirim Ratusan Balon Sampah ke Korsel
Kampanye selebaran propaganda itu dilakukan bersama dengan pembelot Korut yang berada di Korsel, termasuk kelompok Pejuang Pembebasan Korea Utara dan Solidaritas Unifikasi Gyeoreul. Kampanye itu mereka lakukan pada hari Kamis dan Jumat (7/6) .
“Kami mendeteksi sekitar 330 balon membawa sampah yang berasal dari Korea Utara, dan sekitar 80 di antaranya berhasil masuk ke Korea Selatan. Sampah plastik dan kertas termasuk di antara isi balon tersebut, namun tidak ditemukan zat berbahaya,” kata JCS.
Pandangan Ahli di Korsel, Terkait Keputusan Melanjutkan Kampanye Pengeras Suara
Sementara itu, para ahli memperingatkan, bahwa melanjutkan siaran melalui pengeras suara dapat meningkatkan ketegangan lebih jauh di Semenanjung Korea. Sebab aktivitas tersebut merupakan alat utama perang psikologis.
Siaran melalui pengeras suara disebut membawa pesan-pesan kritis terhadap rezim Kim Jong-un, serta berita-berita Korea Selatan dan lagu-lagu K-pop. Sedangkan Korea Utara sangat sensitif terhadap siaran-siaran tersebut, lantaran kemungkinan dampaknya terhadap militer dan masyarakat umum.
“Risiko insiden militer yang terjadi di sepanjang perbatasan akan meningkat di masa depan, yang akan membuat bingung warga yang tinggal di wilayah perbatasan,” kata Lim Eul-chul, profesor studi Korea Utara di Universitas Kyungnam, Changwong-si, Korea Selatan.
“Tindakan pemerintah pasti akan meningkatkan ketegangan di semenanjung tersebut,” tambah Lim.
| BACA JUGA: Ratusan Balon Berisi Sampah dan Kotoran Dikirim Korut ke Korsel
Yang Moo-jin, rektor University of North Korean Studies, mengatakan tindakan tersebut dapat meningkatkan ketegangan militer, karena mendorong Korea Utara untuk mengambil tindakan balasan militernya sendiri.
“Langkah yang diambil pemerintah dapat meningkatkan ketegangan di semenanjung. Korea Utara mungkin melakukan provokasi militer sebagai respons terhadap penangguhan total perjanjian militer antar-Korea tahun 2018 dan pidato Hari Peringatan Presiden Yoon Suk Yeol oleh pemerintah,” kata Yang.
“Tindakan provokatif mungkin termasuk penempatan senjata berat di sepanjang Zona Demiliterisasi, penembakan artileri pantai di Laut Barat dan kapal-kapalnya dengan sengaja melintasi Garis Batas Utara,” lanjutnya.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran atas peningkatan agresi Korut terhadap Korsel, pemerintah dan militer Korsel menyebut diri siap untuk menanggapi ancaman tambahan pada tingkat maksimum. Akhir-akhir ini pun, Korsel mulai mengambil pendekatan garis keras terhadap Korea Utara.
| BACA JUGA : Park Jung-oh, Pembelot Korea Utara Kirim Beras dalam Botol untuk Warga Miskin Negaranya
Pada hari Selasa, pemerintah Korsel memperingatkan bahwa mereka akan mengambil tindakan yang tidak dapat ditoleransi terhadap Korut. Salah satunya melanjutkan siaran melalui pengeras suara ke arah Korea Utara.
Di hari yang sama, Korsel juga memutuskan untuk sepenuhnya menangguhkan perjanjian militer antar-Korea tahun 2018. Penangguhan itu memungkinkan Korsel untuk melanjutkan siaran pengeras suara di dekat perbatasan.
Menyusul penangguhan perjanjian tersebut, militer Korsel berjanji untuk melanjutkan semua aktivitas militer di dekat Garis Demarkasi Militer, serta mengambil tanggapan yang memadai dan segera terhadap provokasi Korea Utara.(*)