Tidak hanya serunya laga Piala Dunia 2018, namun tragedi terjebaknya 12 remaja tim sepak bola Thailand beserta pelatihnya, juga menyedot perhatian dunia.
Tidak hanya tim penyelamat yang bekerja keras, mereka yang tidak punya kemampuan menyelam dan keahlian dalam operasi penyelamatan, juga ikut saling membantu untuk menyelamatkan para korban.
Mereka memberikan apa yang mereka punya. Tidak sekedar uang, waktu dan tenaga pun diberikan agar proses evakuasi itu bisa berjalan cepat dengan lancar.
Berikut beberapa cerita menyentuh dibalik tragedi kemanusiaan Thailand Cave Rescue, yang tidak hanya dilakukan oleh tim penyelamat, tapi juga masyarakat umum.
”Saya selalu bisa menanamnya kembali,” ucap petani Noy Kerdkaew yang rela sawahnya rusak karena dibanjiri air. Tidak hanya Noy, petani lain juga dengan ikhlas menerima hal serupa. Sawah dan ladang mereka dibanjiri lebih dari 130 juta liter air yang dipompa dari dalam gua.
Hebatnya, mereka menolak ganti rugi dari pemerintah, dan hanya berharap para korban selamat.
Sekelompok pemijat ini, rela datang puluhan kilometer demi memberikan tenaganya. Memijat tim penyelamat yang kelelahan.
Adalah Sophia Thaianant, relawan muslim wanita yang mengetahui jika ada relawan yang beragama Islam. Karenanya, dia bersama komunitasnya memasak makanan halal bagi mereka yang muslim.
”Kita tahu tidak mudah bagi penyelamat muslim, menemukan makanan halal di tengah misi. Karenanya kami datang,” kata Sophia.
Sophia dan tim, memasak 200 porsi makanan halal setiap harinya selama dua minggu, secara gratis.
Seorang pedagang es krim yang tidak diketahui namanya, rela menempuh jarak 200 kilometer demi membagikan es krimnya kepada tim penyelamat.
Penyelam asal Inggris inilah yang kali pertama, menemukan kedua belas remaja dan pelatih mereka. Tidak lama sesudahnya, dia memberikan tiga nama penyelam terbaik Inggris untuk meminta pertolongan. Mereka adalah Rob Harper, Rick Stanton dan John Volamthen.
Pria pemilik toko perhiasan ini datang dengan membawa banyak barang (tidak diketahui apa saja itu). Dan dia pulang dengan tumpukan sampah.
Setelah mendapat kiriman foto dari teman, tentang banyaknya seragam penyelamat yang kotor, Rawinmart Luelert tergerak untuk membantu.
Setiap malam, ia membawa pakaian-pakaian kotor tersebut untuk dicuci di tempat laundry-nya. Ia mengumpulkan mulai jam 9 malam, dan mengantarkannya kembali pukul 4 pagi.
I’m really impressed by the Thai people
They chose their way to supported rescue team, amazing
Every effort counts.
Faith in humanity restored❤️❤️????????
#thaicaverescue pic.twitter.com/WvZBXndFV9— Ryma (@Ryymaaaaaa) July 9, 2018
Para bapak ini menganggap anak-anak yang terperangkap dalam gua adalah anak mereka. Tanpa berpikir panjang, para bapak itu memberikan tenaga dengan menjemput dan mengantar mereka yang terlibat dalam tim penyelamatan, tanpa meminta bayaran.
Relawan ini mengumpulkan sayuran dan daging yang didonasikan para pedagang pasar. Kemudian mereka membawa ke lokasi, agar relawan di sana bisa memasaknya untuk tim penyelamat.
Tanpa ragu, para pengumpul sarang burung yang ahli memanjat ini, mengumpulkan uang dari warga desanya untuk terbang ke lokasi dan membantu proses evakuasi. Meski, mereka hanya memiliki tiket pergi dan tidak tahu bagaimana pulangnya nanti.
Sepasang suami istri penjual mie ini, memutuskan untuk datang ke lokasi dan memberikan dagangannya secara gratis, untuk para relawan dan tim penyelamat.
Tahu bahwa negaranya memiliki sistem pompa yang bagus, Dennis, bocah 9 tahun keturunan Thailand-Belanda ini menulis surat kepada Perdana Menteri Belanda, untuk membantu korban di Thailand. Permintaan itu pun dikabulkan.
Pria inilah yang menciptakan mesin pemompa. Tanpa mesin tersebut, misi penyelamatan ini tidak akan berhasil.
John Volanthen dan Rick Stanton, dua orang berkebangsaan Inggris ini yang memimpin operasi penyelamatan. Mereka disebut sebagai penyelam terbaik dunia. Dalam melakukan misinya, mereka tidak pernah mencari ketenaran, uang ataupun pujian.
Rick Stanton adalah pensiunan pemadam kebakaran, yang pernah mendapat penghargaan karena keberaniannya menyelamatkan orang dari gedung yang terbakar.
Sementara John Volanthen, dikenal oleh banyak negara seperti Perancis, Meksiko dan Eropa dan lainnya, karena keberaniannya dalam misi penyelamatan dalam gua.
”Saya menyelam karena hobi, dan selalu bertanya apakah ada tujuan dari ini. Ternyata dua minggu terakhir inilah, aku dipersiapkan selama ini,” ucap John.
Pemilik usaha peralatan menyelam dan tabung oksigen ini, memberikan 40 peralatan menyelam gratis untuk proses penyelamatan.
Meski ukuran tubuhnya kecil, tak menjadi alasan baginya untuk tidak datang dan membantu proses evakuasi.
Relawan-relawan ini datang dan bekerja non-stop selama dua minggu, sampai para korban berhasil diselamatkan.
Mereka yang memberikan waktu dan tenaganya, untuk memasak dan memberikannya gratis kepada tim penyelamat.
Bersama istrinya, pria ini menempuh perjalanan sejauh 600 km, dan membawa bahan makanan serta memasaknya untuk para tim penyelamat. Bahkan, mereka tidak mau pulang sebelum ketiga belas korban tersebut berhasil diselamatkan.
Dibalik kabar bahagia karena ketiga belas korban berhasil diselamatkan, ada berita duka yang mengiringinya. Demi bisa menyalurkan tabung oksigen untuk kedua belas anak dan pelatihnya, Saman Gunan mantan anggota Navy Seal Thailand ini meninggal, akibat kelelahan karena menyelam selama 11 jam. (*/ade)