Setiap orang mendambakan cinta yang membawa kebahagiaan dan ketenangan. Namun, bagaimana jika cinta yang diharapkan justru berubah menjadi penjara emosional? Inilah perjalanan yang dihadapi Hanna, karakter yang diperankan Febby Rastanty dalam film ‘Sampai Nanti, Hanna!’.
Febby Rastanty menggambarkan Hanna sebagai perempuan yang di permukaan tampak kuat dan penuh semangat. Namun, di balik itu, ia menyimpan luka dan rasa takut akibat pola asuh yang mengekang sejak kecil.
“Demi melarikan diri dari bayang-bayang masa lalunya, Hanna memutuskan untuk menikah dengan Arya (Ibrahim Risyad), seseorang yang ia kira mampu membawanya pada kebahagiaan,” jelas Febby Rastanty dalam keterangannya.
| Baca Juga: Kimberly Ryder Resmi Cerai, Ini Besaran Nafkah Kedua Anaknya
Namun, pernikahan itu justru menjadi jebakan baru. Pasangan yang tampak sempurna di mata orang lain, menunjukkan sisi manipulatif dan penuh tekanan. Kekerasan verbal dan tekanan emosional yang terus menerus membuat Hanna kehilangan dirinya.
“Hanna adalah karakter yang sangat kompleks. Di satu sisi, dia ingin bertahan karena takut akan penilaian orang, tetapi di sisi lain, dia tahu bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa ia temukan dengan melepaskan diri dari hubungan ini,” ungkap artis yang baru saja resmi menikah dengan Drajad Djumantara.
Lewat film ini pula, aktris 28 tahun ini mengajak siapapun khususnya para perempuan agar bisa melepaskan hubungan yang salah atau toxic relationship.
“Please be aware. Jangan menutup diri dengan tanda tanda yang diberikan Tuhan dan orang lain bahwa kalian deserve mendapatkan yang lebih baik. Dan kalau sudah sadar jangan pernah takut untuk cari bantuan atau cerita ke orang lain,” begitu pesan Febby.
| Baca Juga: Istri Jadi Manajer Risty Tagor, Rifky Balweel Akui Tak Ada Masalah
Melalui aktingnya, penonton akan merasakan setiap luka dan perjuangan Hanna. Setiap dialog, setiap tatapan, dan bahkan keheningannya mampu menggambarkan betapa berat beban yang ia pikul.
Hanna tidak hanya berjuang melawan Arya, tetapi juga melawan rasa takutnya sendiri, takut akan kegagalan, takut penilaian orang lain, dan takut untuk kembali berdiri sendiri.
Sutradara Agung Sentausa menciptakan ruang bagi karakter Hanna untuk berkembang, menunjukkan bagaimana ia perlahan-lahan menemukan kembali kekuatannya.
“Hanna bukan hanya karakter dalam cerita. Ia adalah suara bagi mereka yang mungkin tidak bisa berbicara tentang luka mereka sendiri,” kata Agung.
Film ini juga memperlihatkan bagaimana Hanna menemukan secercah harapan dalam sosok Gani (Bio One), seorang pria yang mencintainya dengan tulus dari kejauhan.
Meski Gani hadir sebagai secret admirer yang tak pernah menyuarakan perasaannya, kehadirannya memberikan Hanna pengingat bahwa kebahagiaan sejati mungkin masih bisa ia raih. (*)