Bayangkan sedang rapat di kantor, boss sedang menerangkan di depan, tiba-tiba ada pesan masuk ke ponsel kita di saku. Karena rapat, kita tadi sempat mengesetnya jadi silent. Tapi, kita tidak tahu pesan apa yang barusan masuk. Pentingkah? Atau cuma iklan, atau obrolan teman-teman di grup? Nekat melongok pesan bisa ditegur oleh boss di depan. Di situlah gunanya arloji pintar alias smartwatch.

Arloji terhubung dengan ponsel melalui bluetooth. Setiap pesan masuk—SMS, Whatsapp, ataupun Line—langsung muncul di layar arloji. Kita bisa meliriknya dengan mudah dan tanpa mencolok. Jika penting, kita bisa minta izin boss untuk me-reply. Jika tidak penting, diabaikan saja sampai seusai rapat. Fungsi ini tak terbatas untuk rapat. Berguna juga ketika mengemudi mobil, mengendarai motor, atau memasak.

Arloji pintar yang beredar saat ini memang fungsinya tidak seperti yang digambarkan dalam komik klasik Dick Tracy, atau film fiksi ilmiah. Arloji bukanlah pengganti, melainkan pendukung bagi ponsel. Masuk akal sih. Mengetik pesan di arloji, atau melihat foto kiriman teman, jelas terlalu sulit di layar yang mungil. Apalagi fungsi kompleks seperti bermain game.

Arloji pintar murah meriah dengan aneka pilihan warna. (foto: getpebble.com)

Pebble Technology Corporation adalah perusahaan Amerika yang memperkenalkan fungsi tersebut. Mereka merancang arloji Pebble, lalu menggalang dana lewat Kickstarter pada 2012. Sambutannya luar biasa. Target minimal yang dipatok Kickstarter tercapai dalam dua jam saja! Penjualan di toko-toko ketika diluncurkan pun sangat meriah.

Dibandingkan arloji pintar lainnya, keunggulan Pebble adalah efisiensi. Layarnya hitam putih, hemat energi, menyebabkan baterainya bertahan lama. Material yang digunakan tidak mewah, sehingga terjangkau oleh banyak kalangan. Banyak orang tua membelikannya untuk anak-anak, atau mereka gunakan sendiri ketika bekerja. Selebriti sekelas Ashton Kutcher pun mengenakannya di depan umum, sebelum ia dikontrak jadi bintang iklan Lenovo.

Pebble klasik cukup sesuai dengan citra seorang Ashton Kutcher. (foto: medium.com)

Kemudian, arloji pintar dengan merek-merek terkemuka bermunculan. Mereka mengandalkan jeroan yang lebih canggih, serta fungsi yang lebih beragam, misalnya GPS dan pemantau denyut jantung. Tentu harganya jadi lebih mahal ketimbang Pebble. Untuk menandinginya, Pebble merilis seri arloji Pebble Steel dan Pebble Time, yang sasaran pasarnya menengah ke atas.

Persaingan dalam pasar arloji pintar sangat keras, apalagi setelah Apple ikut turun laga dengan Apple Watch. Sementara masyarakat sebenarnya tidak terlalu banyak yang tertarik, karena mereka kurang sreg dengan ketergantungan arloji kepada ponselnya. Nama-nama besar kemudian lempar handuk. Microsoft menunda rilis arlojinya karena kurang konfiden bersaing dengan Apple Watch seri kedua. Motorola tidak meneruskan seri arloji Moto 360 mereka. Sementara Pebble sedang mempersiapkan arloji Pebble 2 yang meneruskan konsep seri klasik.

Kabar berhembus bahwa Pebble mengalami kesulitan keuangan. Dan ternyata benar. Ketika Pebble 2 dalam tahap perilisan, perusahaannya gulung tikar. Hak intelektual Pebble dijual ke Fitbit, perusahaan arloji lain yang lebih dikenal dengan fungsi pemantau olahraganya. Arloji Pebble yang beredar di pasaran jadi tanpa perusahaan pengayom yang memberi garansi.

Pebble 2, kini tanpa garansi, tapi malah jadi buruan para kolektor. (foto: getpebble.com)

Ada spekulasi, Pebble jatuh karena terlambat menyadari pentingnya fungsi pemantau olahraga. Apple juga ubah strategi ke arah fungsi tersebut dalam seri kedua Apple Watch. Tapi, bisa juga kejatuhan Pebble karena tidak konsisten dengan pasarnya sendiri. Seharusnya, Pebble tetap fokus menyediakan arloji pintar bagi para pemula dengan harga terjangkau.

Dalam proyek Pebble Steel, Pebble Time, dan Pebble 2, mereka mengandalkan Kickstarter. Ini aneh, karena seharusnya Kickstarter dimaksudkan untuk membantu perusahaan pemula, lalu mereka nantinya mandiri dalam pendanaan proyek-proyek selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa Pebble memaksakan diri untuk terjun di arena arloji pintar menengah ke atas. Padahal sebenarnya tidak perlu begitu.

Kini, Pebble klasik generasi pertama masih bertebaran di pasar. Harganya hanya sekitar 70 dollar Amerika. Murah, tapi kini tanpa garansi. Sedangkan Pebble 2 yang telanjur dirilis jadi buruan para kolektor, dengan harga yang bakal naik terus seiring semakin langkanya di pasaran. Dan para peminat arloji pintar bertanya-tanya perusahaan mana yang akan meneruskan peran Pebble sebagai penyedia piranti dengan harga terjangkau. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here