Selama 50 tahun berkarir di dunia politik, Joe Biden, Presiden Amerika Serikat (AS) sejak 2020 hingga Januari 2025 mendatang, nyaris tak pernah terkalahkan.
Kecuali saat bertarung di partainya sendiri, Demokrat untuk dinominasikan sebagai presiden pada tahun 1984 dan 1988.
Joe Biden tidak putus asa. Tahun 2008, dia kembali mencoba mendapatkan nominasi itu. Dan berhasil, meski tak sesuai harapannya.
Karena yang didapat hanya ‘tiket’ sebagai cawapres bagi capres Barrack Obama. Barack Obama dan Joe Biden menang.
Pasangan Obama-Biden bahkan terpilih sebagai Presiden dan Wapres AS selama dua periode berturut-turut, yakni 2009 hingga 2017.
Lebih baik terlambat asal menang. Joe akhirnya dinominasikan Demokrat sebagai capres di Pemilu 2019.
| Baca Juga: JD Vance, Cawapres Trump, Calon Muda di Pilpres Amerika 2024
Dengan pengalamannya sebagai wapres selama 8 tahun dan 36 tahun sebagai senator, Joe berhasil mengalahkan lawannya, Trump yang incumbent dan bermodal besar.
Sayang, tak semua perang bisa Joe kalahkan. Seperti yang dikatakan aktor George Clooney (Nyata edisi 2764 lalu), “Seperti kita semua, dia tak bisa mengalahkan usia.”
Sehingga bisa dibayangkan terpukulnya Joe saat Minggu (21/07) malam waktu AS, harus menyatakan menarik diri dari pencalonan presiden AS periode 2025-2029.
Alasannya, karena usianya yang sudah 81 tahun dan penurunan daya pikir (kognitif)nya yang diduga akibat penyakit Parkinson.
Padahal dia sudah berkampanye selama hampir setahun. Dan pemilunya tinggal 90 hari lagi. Penarikan diri itu adalah penutup karir politik pemilik nama Joseph Robinette Biden Jr.
Dia mengawalinya dengan predikat Senator Termuda ke empat sepanjang sejarah AS. Dan menutupnya dengan ‘gelar’ tertua sepanjang sejarah, baik saat dilantik (78 tahun 61 hari) maupun ketika ‘turun’ (82 tahun 61 hari) pada 20 Januari 2025 nanti.
| Baca Juga: Kamala Harris Ungguli Donald Trump dalam Survei Terbaru
Tragedi Paling Tragis
Sebagai politisi, Joe Biden memang bergelimang sukses. Tetapi tidak sebagai pribadi. Bahkan sebaliknya, rentetan tragedi terjadi seakan tanpa henti.
Tragedi pertama dan terberat terjadi pada 18 Desember 1972. Saat Joe sedang mewawancarai para calon karyawan yang akan jadi stafnya, di kantor barunya di Washington.
Seorang wanita muda yang tak dikenal menelpon dengan suara gemetar, memintanya segera pulang. “Segeralah pulang, Neilia kecelakaan.” Neilia Hunter adalah istri Joe Biden.
Tanpa bertanya lagi, Joe langsung berkemas pulang ke Wilmington di Delaware, yang berjarak dua jam dari Washington.
Karena baru terpilih pada 7 November, maka Joe tak langsung memboyong Neilia dan ketiga anak mereka ke tempat tugasnya yang baru itu. Toh dia bisa pulang setiap weekend.
Tapi apa yang didapati Joe setibanya di Rumah Sakit Umum Wilmington, sangat tak terbayangkan. Neilia dan si bungsu, Naomi yang baru berumur 13 bulan tewas di tempat.
Sedang si sulung Beau (4 tahun) dan adiknya, Hunter (3) selamat, tapi terluka parah. Beau patah tulang di beberapa bagian, sedang Hunter gegar otak dan tulang tengkoraknya retak.
| Baca Juga: Berjasa bagi Indonesia, Presiden Jokowi Beri Shin Tae Young Golden Visa
Ambil Pohon Natal
Karena Natal sudah tinggal sepekan, siang itu Neilia mengajak ketiga anaknya mengambil pohon pinus pesanannya di daerah Hockessin, yang hanya berjarak setengah jam dari rumahnya.
Setelah pohon pilihannya diikat kuat di Chevrolet station wagon-nya, Neilia pun mengemudi pulang.
Dia sebenarnya bisa lewat jalan dalam kota, tapi entah tiba-tiba dia masuk ke jalur cepatnya truk dan trailer.
Sehingga Curtis Dunn tak bisa mengendalikan trailernya yang sedang melaju kencang. Dan tabrakan pun tak bisa dihindari.
Mobil Neilia ringsek parah dan terpental hingga 50 meter. Begitu pula pohon pinus untuk Natal yang baru diambilnya.
Ratusan lembar flyer sisa kampanye ‘Pilihlah Joe Biden’ yang ada di bagasi terburai di jalanan. Tak dijelaskan, di mana posisi Neilia dan anak-anaknya saat mobil terpental.
| Baca Juga: Hiu di Perairan Brazil Positif Kokain
Ingin Bunuh Diri
Mendadak jadi duda dengan dua anak yang terluka parah, tentu bukan cobaan yang mudah untuk dilalui.
“Sampai sempat terpikir, kalau saya loncat dari jembatan Delaware Memorial, semua ini pasti akan berakhir,” kata Joe dalam suatu wawancara dengan CNN.
“Saya juga pernah mencoba bunuh diri dengan nenggak dua pertiga botol minuman. Saya bahkan sudah tuang minuman itu ke gelas,” kenangnya.
Mental Joe ketika itu benar-benar hancur. Kata psikiater yang menanganinya, bila harus dinilai 1 sampai 10, “Kondisi mental saya di angka satu, terbawah. Setiap hari saya menandai kalender untuk tahu kondisi kejiwaan saya, ternyata selalu di angka satu itu,” kata Joe yang menikahi Neilia pada tahun 1967, atau enam tahun sebelum tragedi itu.
Meski dukanya sangat dalam, namun ternyata kepedulian pada kedua anaknya masih sangat besar. “Saya ingat mereka. Bagaimana mereka kalau saya juga mati? Karena itu, melangkah ke jembatan itu pun tak pernah saya lakukan,” kata Joe.
“Minuman keras itu akhirnya ya tetap di meja dapur hingga akhirnya saya jual,” kata pria yang tak pernah menyentuh alkohol seumur hidupnya itu. (*)
Kisah Selengkapnya di Tabloid Nyata Cetak Edisi 2765, Minggu ke-IV, Juli 2024