Otto Hasibuan Masih Tak Puas, Tetap Pertanyakan Tidak Adanya Autopsi Jenazah Wayan Mirna Salihin

Jessica Wongso dinyatakan bersalah atas kematian Wayan Mirna Salihin dengan pasal dugaan pembunuhan berencana menggunakan racun sianida.

Jessica diputus 20 tahun penjara hingga putusan tersebut inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Pada Minggu (18/8), Jessica dinyatakan bebas bersyarat dan keluar dari Lapas Perempuan Kelas IIA Pondok Labu Jakarta Timur. 

Kebebasannya disambut oleh kuasa hukumnya, Otto Hasibuan yang tiba di Lapas tidak lama setelah Jessica keluar. 

| Baca Juga : Setelah Bebas, Jessica Wongso Mengaku Sudah Tidak Menyimpan Rasa Benci

Meski sudah bebas, ketika Otto melangsungkan konferensi pers di Senayan, Jakarta Pusat pada Minggu (18/8), menyatakan masih tidak puas dengan putusan pengadilan. 

“Saya terus terang saja, saya tidak puas dengan keputusan itu,” ucap Otto ketika konferensi pers, Minggu (18/8). 

Dia mempertanyakan penilaian hakim yang menilai, Mirna meninggal dunia akibat racun sianida tanpa adanya proses autopsi. 

Otto menuturkan, tidak ada teori hukum yang dapat langsung memutuskan penyebab seseorang meninggal tanpa adanya rangkaian autopsi jenazah. 

“Bagi saya tidak ada kemungkinan dan tidak mungkin seorang hakim bisa menyatakan seseorang itu mati karena racun tanpa data autopsi,” tuturnya. 

“Katakanlah ada seorang di sana, tiba-tiba jatuh meninggal. Kemudian hakim mengatakan, ‘oh itu meninggalnya karena sianida’ tanpa diautopsi. Itu tidak mungkin dalam teori hukum manapun,” sambungnya. 

Menurutnya, banyak tahapan yang harus dilakukan hingga dapat menentukan seorang meninggal akibat racun. Dia kembali menekankan, tidak bisa hal tersebut dilakukan tanpa adanya proses autopsi. 

Otto membandingkan kasus Jessica dengan kasus lain, seperti kematian Joshua Hutabarat oleh Ferdy Sambo dan Vina Dewi yang melalui rangkaian autopsi. 

‘“Bayangkan saja ada tahapan orang mati tiba-tiba yang bukan karena sakit, lalau ada pertanyaan, matinya karena apa? karena racun, terus kalau racun, racunnya apa?” paparnya. 

Menurut Otto, masih banyak tahapan untuk menyatakan orang mati karena racun. Tidak mungkin itu bisa terjadi hanya dengan disimpulkan seorang hakim di Republik ini maupun di dunia ini, tanpa autopsi,” lanjutnya. 

“Dalam kasus ini, Mirna dinyatakan mati karena minum racun dan jenisnya adalah sianida. Padahal dia tidak diautopsi,” sambungnya kembali. 

| Baca Juga : Setelah Datangi Bapas Jakarta Timur-Utara, Jessica Wongso Dinyatakan sebagai Orang Bebas

“Apa Anda pernah lihat di Republik kita ini ada orang mati yang masuk kasus pembunuhan yang tidak diautopsi? kasus Sambo, semua diautopsi, Vina diautopsi, tahunnya sama dengan kasus Mirna,” pungkasnya. 

Pada 2016, dokter RS Abdi Waluyo yang menangani Mirna, bernama dr Ardianto, mengatakan sempat menawari keluarga Mirna untuk dilakukan autopsi terhadap jenazah korban. 

Namun, saat itu keluarga yang diwakili ayah Mirna, Darmawan Salihin, menolak tawaran tersebut.

“Saya sudah sampaikan ke keluarga korban, kalau memang merasa janggal bisa kami rujuk ke RS lain. RS kami tidak memadai untuk autopsi,” ujar Ardianto saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2016 silam. 

Adapun Tim Kedokteran Polda Metro Jaya dan Tim Forensik Mabes Polri ketika itu pada akhirnya melakukan autopsi terhadap jasad Mirna di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, tiga hari setelah meninggal. 

Namun proses autopsi tidak dilakukan secara menyeluruh. Tim forensik Rumah Sakit Polri Soekanto hanya mengambil sampel empedu, hati, dan lambung untuk mengetahui, apakah tubuh Mirna mengandung zat korosif jenis sianida atau tidak.

Ahli forensik RS Polri Soekanto saat itu, Slamet Purnomo, mengaku tidak mengetahui alasan penyidik kepolisian hanya meminta pihaknya mengambil sampel tersebut. 

| Baca Juga : Jessica Wongso Harus Jalani Program Pembinaan hingga 2032

Pernyataan itu dia sampaikan saat menjadi saksi dalam persidangan dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 Agustus 2016 silam. 

Slamet yang menjadi saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku heran, lantaran permintaan tersebut baru disampaikan tiga hari setelah kematian Mirna. 

Bahkan sampel diambil dari tubuh Mirna yang telah diawetkan. Dari pemeriksaan itu, terlihat bercak berwarna hitam pada lambung Mirna. 

“Harusnya lambung berwarna putih susu, tapi ini kehitaman terutama di bagian bawah,” tutur Slamet saat menjadi saksi di persidangan.

Diketahui, Jessica Wongso telah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin pada 2016 lalu. 

Kasus pembunuhan itu terjadi pada 6 Januari 2016 di Kafe Olivier, Grand Indonesia. Mirna diketahui meninggal setelah minum es kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica. 

Pembunuhan terhadap Mirna diduga dilakukan dengan menggunakan racun sianida yang ditambahkan ke dalam kopi yang diminum Mirna.

| Baca Juga : Setelah Datangi Bapas Jakarta Timur-Utara, Jessica Wongso Dinyatakan sebagai Orang Bebas

Atas tindakannya, Jessica dijatuhi hukuman penjara 20 tahun. Bahkan hingga tingkat kasasi dan vonisnya memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. Pihak Jessica turut mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya pada 2017 silam.

Satu tahun bergulir, Mahkamah Agung akhirnya menjatuhkan vonis terhadap PK Jessica. Hasilnya, MA menolak PK tersebut. Dengan putusan itu, maka Jessica tetap dihukum penjara selama 20 tahun. Dia bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 8 tahun penjara. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here