Rumitnya Luc Besson Mengusung Valerian ke Layar Lebar

film valerian
Foto: STX Entertainment

Laki-laki itu berdiri termangu. Ia mengantar dan menemani dua anak remajanya nonton Valerian and the City of a Thousand Planet di bioskop. Sementara kedua anaknya mengantre tiket dan cemilan, ia memandangi poster film tersebut. Judul film, dua karakter utama, serta nuansa latarnya terasa familier baginya. Ia pun mencoba mengingat-ingat.

Pada dekade 1980an, manga dari Jepang belum masuk Indonesia. Komik yang mendominasi Indonesia ketika itu adalah buatan Prancis dan Belgia. Yang paling terkenal adalah Tintin (tentang wartawan petualang), Lucky Luke (tentang koboi jago tembak), dan Tanguy et Laverdure (tentang pilot pesawat tempur). Selain itu, beredar juga antara lain Michel Vaillant (tentang balap mobil), Chevalier Ardent (tentang ksatria abad pertengahan), dan Valerian et Laureline.

Yep, film Valerian and the City of a Thousand Planet diadaptasi dari komik klasik karya Pierre Christin dan Jean-Claude Mezierres. Komik Valerian et Laureline diterbitkan pertama kali pada 1970, dan hingga kini masih berlanjut di tangan yang sama. Kisahnya berlatar ratusan tahun di masa depan, ketika manusia bumi membentuk koloni ruang angkasa, bersama banyak makhluk planet-planet lain.

Valerian, tokoh utamanya, ibarat James Bond pada zaman itu. Ia menjalankan tugas dari pemerintah untuk menghadapi berbagai ancaman keamanan. Dalam aksinya, ia dilengkapi berbagai peralatan yang di zaman itupun tak bisa diakses sembarang orang. Dan sebagaimana sang agen 007, Valerian terlibat dengan cukup banyak perempuan. Kemudian ia bertemu dengan Laureline, gadis pemberontak yang jadi rekannya.

Sosok Valerian dan Laureline dalam versi komik.

Komik Valerian sangat populer di Prancis, serta punya pengaruh ke luar negeri. Ketika film Star Wars dirilis pada 1977, sejumlah pengamat merasakan nuansa Valerian pada film tersebut. Penggambaran suasana kehidupan makhluk berbagai planetnya begitu mirip. Millennium Falcon milik Han Solo serupa dengan pesawat XB982 milik Valerian. Bahkan, Mezierres sendiri membuat karikatur yang menyindir hal tersebut.

—–

Dua remaja datang membawa tiket nonton, popcorn, dan minuman. Si laki-laki di depan poster film menoleh ke mereka, “Papa ingat sekarang. Papa pernah membaca komik Valerian ini waktu kanak-kanak.” Kedua anak tersebut menanggapi, “Ow, dari komik lawas ya. Kami sih ingin nonton karena buatan Luc Besson…” Si Papa tertawa, lalu melangkah masuk ruangan bioskop.

Berbeda dengan komik Valerian yang hanya dikenal kalangan tertentu, reputasi sutradara Luc Besson jauh lebih mendunia. Salah satu karya awalnya, La Femme Nikita, dibuatkan sejumlah versi pembuatan ulang di layar lebar dan televisi. Filmnya yang lain, Leon: the Professional, jadi legenda yang melambungkan Jean Reno dan Natalie Portman di Hollywood. Masih ditambah sejumlah karya seperti The Lady (tentang Aung San Suu Kyi), Jeanne d’Arc, dan Lucy.

Sebagai orang Prancis, Luc Besson tentu kenal komik Valerian. Filmnya yang berjudul The Fifth Element sengaja mirip komik tersebut. Dibilang sengaja, karena Besson benar-benar kerja sama dengan Jean-Claude Mezierres dalam film tersebut. Bahkan, sang komikuslah yang mengubah konsep protagonis utama—diperankan Bruce Willis—dari pegawai roket jadi sopir taksi.

Komik Valerian memberi cukup banyak inspirasi bagi sci-fi lainnya.

Dalam pengerjaan The Fifth Element itulah, Mezierres menggoda Besson untuk membuat versi film bagi Valerian. Ketika itu, Besson belum percaya diri. Belasan tahun kemudian, sang sutradara menganggap teknologi grafis sudah memadai untuk mewujudkan kisah Valerian ke layar lebar.

Karena latar ceritanya cukup kolosal, Valerian jadi film berbiaya termahal dalam sejarah Prancis. Peran Valerian diserahkan kepada Dane DeHaan, yang dikenal sebagai Green Goblin dalam The Amazing Spider-Man 2. Aktor muda ini juga dapat pujian ketika tampil bersama Daniel Radcliffe (pemeran Harry Potter) dalam Kill Your Darlings.

—–

Setelah lebih dari dua jam, film Valerian and the City of a Thousand Planet usai. Bersama kedua anaknya, si laki-laki beranjak keluar. Ia mencoba memberikan penilaian tentang film tersebut. Kebetulan ia juga pernah menonton The Fifth Element, sehingga bisa jadi perbandingan.

Luc Besson memadukan unsur dari berbagai seri komik Valerian jadi suatu cerita baru. Bukan adaptasi seri komik tertentu seperti dalam film The Adventures of Tintin atau Asterix. Harus diakui, cerita dalam film Valerian lebih bagus daripada versi komik klasiknya. Tapi untuk standar perfilman sekarang, cerita seperti itu masih kurang greget.

Adegan pertempuran virtual yang lumayan inovatif.

Dalam The Fifth Element, inovasi Besson jempolan. Tokoh protagonis utama sama sekali tidak bertemu muka dengan sang antagonis, yang diperankan Gary Oldman. Bahkan, nasib sang antagonis bukan berakhir dalam pertempuran klimaks yang klise khas Hollywood. Sentuhan kecil seperti sang protagonis beli makanan dari pedagang keliling pun sangat berkesan.

Lewat berbagai bagian dalam Valerian and the City of a Thousand Planet, Besson tampak berusaha kreatif. Penampilan Rihanna, misalnya, dirancang untuk menandingi adegan diva dalam The Fifth Element, yang dikenang banyak orang. Menarik juga menyimak hadirnya suatu kaum utopia yang sama sekali tidak punya sisi jahat.

Dalam komik, Valerian punya fasilitas menjelajahi waktu. Hal ini sama sekali tidak dimunculkan dalam film. Kisahnya dibuat linear, dengan sejumlah adegan kilas balik. Sayangnya, keseluruhan kisah terlalu gampang ditebak. Untung ada tokoh dari komik yang cukup menarik, yaitu trio shingouz yang cerdik dan mata duitan.

Model Cara Delevingne menampilkan akting yang lebih bagus ketimbang dalam Suicide Squad. Bahkan, perannya sebagai Laureline lebih bersinar ketimbang Valerian sendiri. Jika nantinya bermain dengan naskah yang ditulis lebih cerdas daripada film ini, Delevingne punya masa depan cerah sebagai aktris.

Penampilan Rihanna mengingatkan kepada Diva Plavalaguna dalam The Fifth Element.

Sepertinya Besson menghadapi dilema. Kisah Valerian terlalu kolosal untuk ditampilkan hanya dalam satu film. Tapi, film pertama tentu tak boleh terlalu simpel, agar sukses dan bisa dibuat sekuelnya. Secara umum, Valerian and the City of a Thousand Planet bukanlah film yang terlalu buruk. Tapi, sial saja film ini harus bersaing dengan Dunkirk, Spider-Man: Homecoming, dan Despicable Me 3.

Oh ya, satu lagi yang layak dicatat. Besson sengaja membuat trailer film ini dengan sejumlah dialog yang berbeda. Dengan pengaturan yang lihai, trailer tidak sampai membocorkan jalan cerita filmnya. Inovasi seperti ini yang layak ditiru. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here