Bungah Restu Arianto, pria Sukodono, Sidoarjo tampak sibuk membersihkan kandang di depan rumahnya pada Minggu (19/1/2025). Bukan kandang burung, melainkan kandang ular peliharaannya.
Bungah, sapaan akrabnya memang bekerja di sebuah toko besi di Surabaya. Tapi di sela kesibukannya bekerja, dia juga sebagai breeder atau peternak ular piton. Saat ini, ada tiga indukan ular betina dan dua ular jantan memenuhi kandangnya.
“Ada lima jenis indukan ular piton yang saya miliki di antaranya, motley albino wp, super motley albino, super motley albino platy, motley lavender, gc albino lavender. Bayi ularnya ada 25 tapi baru diborong orang kemarin,” jelasnya kepada Nyata saat ditemui di kediamannya.
Meski ular umumnya dianggap menakutkan dan menggelikan, ternyata bisa menghasilkan pundi-pundi uang untuk Bungah. Harga jual ular ternakan ini mulai dari ratusan ribu rupiah hingga ratusan juta rupiah, tergantung genetik yang dihasilkan.
| Baca Juga : Ide Parcel Unik Imlek dengan Berbagai Bentuk dan Ukuran
Selain itu, motif ular juga menentukan harga jual. Semakin unik dan cantik motif ular, nilainya pun semakin tinggi. Misalnya, ular yang tidak sempurna dan memiliki corak tidak semestinya. Hal itu yang justru membuat ular tersebut unik.
“Paling mahal pernah jual ular Rp50 juta jenis paradoks. Tapi sebenarnya pernah ditawar Rp100 juta saat masih di cangkang, tapi nggak saya lepas karena berharap bisa bernilai lebik kelak. Motifnya memang bagus, seperti kulitnya terbakar karena kecacatan dalam sel telur,” ungkap Bungah.
Pria berusia 27 tahun itu memang hobi dengan ular sejak kecil. Namun, niatan untuk membudidayakan hewan melata itu datang sejak tahun 2017. Saat itu, ia memulai dengan beli satu ekor indukan jenis ratic tiger.
Satu tahun kemudian, dirinya kali pertama menjual ular seharga Rp6 juta. Memasarkan ular itu terjadi setiap tahun dalam satu musim. Pembelinya tak hanya Tanah Air, bahkan ia pernah menjual ular peliharaannya tersebut sampai ke luar negeri. Mereka yang membeli pun sama-sama pecinta reptil.
| Baca Juga : Jadi Menteri Terkaya, Ini Jabatan yang Pernah Diduduki Widiyanti Putri Wardhana
“Kalau ke Singapura dan Malaysia itu lewat seller. Biasanya ke luar negeri bisa lebih mahal dibanding di Indonesia. Saya juga menjualnya lewat media sosial Facebook,”ujarnya.
Selain itu, dia juga kerap mengikutkan kontes ular kesayangannya. Bagi Bungah, kontes dimanfaatkannya agar harga ular yang ia lombakan semakin meningkat saat menyabet gelar juara.
Ada beberapa kriteria yang menjadi penilaian. Paling penting, warna hingga motif ular yang dilombakan. Saat mengikuti kontes, Bungah tergabung dalam komunitas bernama Majelis Reptil Indonesia.
“Sering ikut kontes, bahkan di Bali itu kami pernah dapat 100 penghargaan dalam satu event. Waktu itu saya membawa sekitar sepuluh ular,” ungkap Bungah.
| Baca Juga : Belum Padam, Kebakaran Baru Muncul di Utara Los Angeles
Berkat kegiatan beternaknya itu, Bungah bisa membeli sepeda motor hingga rumah.
“Tahun 2018 awal, untungnya Rp6 juta buat beli sepeda vario tapi kredit. Kemudian tahun 2019 alhamdulillah bisa beli rumah di Jarpo Sidoarjo karena ularnya laku Rp50 juta itu,” bebernya.
Bungah mengaku perawatan ular tidak berbisa ini cukup mudah. Normalnya, dia memberi makan dan membersihkan kandang seminggu sekali, tepatnya hari minggu kala libur bekerja.
“Kalau pengeluarannya cukup murah karena makanan ular tidak beli. Untuk ular berukuran dua meter dikasih dua tikus got, sementara ular enam meter dikasih tujuh tikus. Tapi kalau ular kecil, saya belikan anak burung puyuh,”ungkap pria kelahiran 20 September 1997 itu.
| Baca Juga : Tidak Melulu Amplop, Ini DIY Angpao Imlek 2025
Bungah mengatakan, musim kawin ular itu terjadi sekali dalam setahun, yaitu pada Mei-Juli. Setelah kawin, 2-3 bulan berikutnya terjadi ovulasi. Kemudian, 3 bulan selanjutnya atau akhir tahun, ular mulai bertelur.
“Setelah bertelur itu masa inkubasi. Proses inkubasi ini saya lakukan sendiri, dipisahkan dari induknya. Telur diambil dan ditaruh ke wadah kotak, bisa dari kulkas bekas yang dimodifikasi, dengan suhu 30-33 derajat. Proses inkubasi dari telur keluar hingga menetas itu butuh waktu tiga bulan,” ungkapnya.
Sebagai peternak ular, usaha yang digelutinya itu tak selalu berjalan mulus. Dari keseluruhan proses perkembangbiakan yang dilalui, Bungah mengaku pernah gagal.
“Memang kadang sulit juga. Ngawinkan belum tentu bisa kawin, udah kawin belum tentu bisa nelur, udah nelur belum tentu bisa menetas, udah menetas belum tentu bisa bertahan sampai jadi indukan,” katanya.
Sebagai peternak ular, Bungah juga mengaku kerap digigit. Namun, menurut dia hal itu cukup wajar. Ular yang dia ternak pun juga tidak berbisa. Tak hanya itu, dia juga pernah diprotes tetangga.
“Dulu tetangga kurang menerima. Karena pernah lepas, ada orang iseng buka pintu kandang kemudian lepas ke rumah tetangga,” ujarnya. (*)