Perjuangan Hani Hanafiah Lawan Kanker Tulang Akibat Kecelakaan Motor

Hani lawan kanker tulang (Foto: YouTube/CURHAT BANG Denny Sumargo)
Hani lawan kanker tulang (Foto: YouTube/CURHAT BANG Denny Sumargo)

Manusia secara alami memiliki keinginan untuk bertahan hidup. Hal tersebut pula yang dilakukan oleh seorang penderita kanker tulang osteosarcoma, Hani Hanafiah. Demi anaknya, wanita asal Bandung itu rela melakukan serangkaian pengobatan yang menghabiskan uang hingga ratusan juta rupiah selama bertahun-tahun.

Semua berawal dari kecelakaan sepeda motor yang dialami wanita berkerudung itu pada 2014. Kecelakaan tersebut tidak meninggalkan luka serius. 

Hingga akhirnya sekitar tahun 2022, setelah Hani menikah dan punya anak, dia merasa mulai ada yang aneh di tangannya. Ada “rasa pegal intens” yang tidak kunjung reda.

Tak tahan dengan rasa sakit, dia pun memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Sayang meski telah mendapat obat pereda nyeri, rasa pegal dan sakit di tangan kanannya tidak kunjung reda, bahkan dia telah berganti dokter beberapa kali.

| Baca Juga: Zhang Mi, Penyanyi Tiongkok yang Berjuang Lawan Kanker Lidah

Pada satu waktu, tangan Hani terasa sakit sampai tubuhnya tidak bisa bergerak. 

“Tangan saya benar-benar sakit dan sebadan itu gak bisa ngapa-ngapain. Lemas gitu. Padahal cuma berdua sama anak di rumah. Saya cuma bisa nangis, bingung ini anak gimana masih usia satu tahun,” cerita Hani, dikutip dari YouTube CURHAT BANG Denny Sumargo, Selasa (26/11).

Setelah memeriksakan diri kembali ke dokter, barulah diketahui rasa sakit di tangan kanannya karena kanker tulang. Penyakit itu muncul akibat benturan kecelakaan yang menurutnya tidak parah pada 2014 silam.

Prosedur pengobatan kemoterapi dan operasi pun dijadwalkan untuknya. Namun beruntung bagi Hani yang selalu memeriksakan diri setiap kali merasa sakit, sel kanker yang ada di tubuhnya tidak menjalar kemana-mana.

Hani sempat menceritakan bagaimana prosedur operasi pengangkatan tulang tangan yang dijalaninya.

Lengan atas yang terus bermasalah (Ilustrasi: Pexels/Karolina Gabrowska)
Lengan atas yang terus bermasalah (Ilustrasi: Pexels/Karolina Gabrowska)

“Jadi tulang saya diambil, terus dibersihkan dari sel-sel kankernya itu. Bentuknya kayak daging merah-merah. Setelahnya, tulang saya direndam di air semacam nitrogen biar sel kankernya mati. Setelahnya, dipasang lagi di tangan saya,” ceritanya.

Sayangnya, perjuangan Hani untuk benar-benar sembuh masih belum selesai. Sembuh dari kanker tulang, luka operasi di sepanjang lengan atas tangan kanannya justru menyebabkan infeksi parah. 

Operasi kembali dilakukan, tapi lagi-lagi infeksi terjadi lagi bahkan meski tulangnya telah diganti dengan tulang tiruan.

Dari situ, Hani meminta untuk tidak dipasang tulang saja sekalian. Baginya yang terpenting adalah dirinya sehat dan bisa mengurus anak, meski itu artinya tangan kanannya tidak bisa digunakan secara normal.

“Jadi kenapa saya harus mencari kesempurnaan, kalau dengan kondisi sekarang saja saya sudah ngerasa sempurna,” ucapnya.

| Baca Juga: William Black Eyed Peas, Musisi Terkenal yang Tak Punya Rumah

Serangkaian operasi dan pengobatan yang harus dilakukan Hani selama lebih dari tiga tahun lamanya itu tentu menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Dia mengaku selalu bersyukur karena saat dibutuhkan, rezeki selalu datang. 

“Salah satu teman inisiatif buat galang dana supaya cepat operasi. Alhamdulillah dalam sehari sudah terkumpul sekitar Rp 50 juta. Dalam tiga hari terkumpul Rp 140 juta,” ceritanya.

Sejak awal, Hani tidak memandang kanker tulang ini sebagai sebuah musibah. Justru dia merasa “didewasakan dan merasakan kebaikan dari mana-mana”.

Namun bukan berarti Hani bisa tenang sejak pertama kali mendapat vonis kanker tulang, apalagi sebelumnya dia hanyalah wanita biasa yang sehat dan memiliki tangan yang normal.

“Saya pernah ada di titik, selama tiga hari sampai tidak bisa tidur karena merasa sangat sakit,” ceritanya. “Saya sampai bilang, ‘Ya Allah, kalau misalnya waktu saya sudah selesai, saya ikhlas. Saya sudah gak kuat lagi’.”

Untungnya wanita tersebut memiliki suami yang sangat suportif. Dia selalu mendampingi istrinya bahkan di saat terendahnya. Dia pula yang mengingatkan wanita itu dengan anak yang merupakan hasil usahanya setelah keguguran tiga kali.

“Lebih sayang lagi, lebih berarti keberadaan anak bagi saya. Ya itu, semangat hidup saya: anak dan suami saya. Apalagi dia (suami) sudah banyak berbuat baik pada saya,” ungkapnya. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here