Pentingnya Skrining dan Deteksi Dini Untuk Tekan Angka Kematian Penderita Kanker Paru

Ilustrasi skrining dan deteksi dini kanker paru. (Foto: Dok. Net)
Ilustrasi skrining dan deteksi dini kanker paru. (Foto: Dok. Net)

Kanker paru menempati urutan nomor dua kejadian kanker di Indonesia. Angka kematiannya terbilang tinggi dan butuh upaya bersama untuk menekan angka mortalitas tersebut.

Menurut laporan Global Observatory on Cancer (GLOBOCAN) tahun 2022, di Indonesia terdapat 66.271 jumlah kasus baru dan sebanyak 34.339 jumlah kematian akibat kanker paru.

Tingginya jumlah kasus dan kematian menandakan pentingnya pengendalian faktor risiko sebagai upaya pencegahan.

“Angka kematian yang tinggi pada kanker paru disebabkan oleh keterlambatan penanganan pada pasien kanker paru. Sebanyak 90 persen dari pasien kanker paru baru datang ke dokter setelah mereka memasuki stadium lanjut,” ujar Prof. dr. Elisna Syahruddin, Ph.D., Sp.P(K), Ketua Bidang Ilmiah Yayasan Kanker Indonesia di kantor pusat Yayasan Kanker Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu.

| Baca Juga: Cara Diet Bagi Penderita Asam Lambung Seperti Aurel Hermansyah

Elisna menjelaskan bahwa kanker paru dapat berasal dari sel epitel saluran napas yang menandakan sebagai kanker paru primer. Sementara kanker paru sekunder atau metastasis adalah kanker yang berasal dari organ lain seperti payudara dan serviks.

Tanda dan gejala respirasi akibat efek kanker primer di paru adalah batuk yang tak kunjung sembuh, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.

Sementara tanda dan gejala karena penyebaran kanker dalam rongga dada adalah nafsu makan menurun, berat badan turun drastis, nyeri menelan, pembengkakan pada wajah dan lengan, suara serak, suara batuk melemah, nyeri dada pleuritik, kelopak mata menurun, pupil mata mengecil, berkurangnya keringat pada wajah, hingga nyeri bahu dan penyusutan otot di bahu dan lengan.

“Adapun faktor risiko kanker paru diantaranya akibat merokok aktif, perokok pasif, memiliki riwayat merokok, usia diatas 45 tahun, radon, riwayat dalam keluarga, polutan lingkungan dan rumah tangga, dan penyakit paru kronis,” papar pakar Onkologi Toraks RSUP Persahabatan dan Ketua Indonesia Association Study of Thoraric Oncology itu.

| Baca Juga: Dianggap Kotor, Manfaat Ceker Ayam Ternyata Bisa Cegah Kanker

Dikatakan Elisna, terdapat tiga kelompok berisiko tinggi terkena kanker paru yang perlu melakukan skrining.

“Pertama usia 45 sampai 71 kita masukkan dalam program skrining,” ujar Guru Besar dalam bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi itu.

Dia mengatakan seseorang yang pernah menjadi perokok aktif atau bekas perokok dengan waktu berhenti kurang dari 15 tahun, termasuk perokok pasif, juga masuk dalam kelompok berisiko tinggi.

Selain itu, individu yang memiliki riwayat kanker paru dalam keluarganya, meski individu tersebut tidak merokok, juga masuk dalam kategori kelompok berisiko tinggi. “Tiga faktor itu yang disebut dengan faktor kelompok risiko tinggi, maka dari itu perlu dilakukan skrining,” ujarnya.

| Baca Juga: Manfaat Air Cucian Beras Bagi Kecantikan

Lebih lanjut Elisna menjelaskan perbedaan antara skrining dan deteksi dini. Skrining dilakukan pada individu dalam keadaan sehat tetapi memiliki faktor risiko. Adapun deteksi dini dilakukan terhadap individu yang telah bergejala.

Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2022, kanker paru merupakan penyakit dengan prognosis paling buruk, yaitu rendahnya angka tahan hidup dibandingkan dengan jenis kanker lainnya.

“Untuk meningkatkan angka harapan hidup ada tiga upaya, yang pertama skrining, kedua deteksi dini, yang ketiga pemberian terapi yang optimal,” kata Elisna.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here