Nur Fatia Azzahra merupakan seorang calon polwan tunadaksa pertama di Indonesia. Dia berhasil lolos seleksi Bintara Polri Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan) RI melalui jalur disabilitas TA 2024.
Dari kecil, Fatia memang memiliki cita-cita menjadi polisi, tetapi ia sadar tidak mungkin bisa karena kondisinya.
“Dari kecil saya ingin jadi polisi, tapi saya sadar diri karena kondisi saya tidak mungkin diterima. Saya cari tahu sendiri (soal penerimaan jalur disabilitas) di Instagram. Awalnya orang-orang yang kenal saya tidak sangka saya mau jadi polisi, karena yang orang-orang tahu saya mau ambil S2,” jelas Fatia yang dikutip dari detik, Kamis (19/9).
Perempuan usia 22 tahun itu mengaku sangat gembira saat mengetahui Polri membuka penerimaan anggota dari jalur disabilitas. Lalu menyampaikan ke orang tuanya terkait keinginan untuk menjadi polwan.
| Baca juga: Tampil Lebih Stylish, Begini Gaya Baru Mark Zuckerberg
Fatia merupakan lulusan S1 Psikologi dari UII Yogyakarta dengan masa perkuliahan 3 tahun 8 bulan dan IPK 3,56.
Motivasi Fatia mendaftar Bintara Polri adalah meningkatkan rasa percaya dirinya agar dia dapat membuktikan bahwa dengan keterbatasannya masih tetap bisa beraktivitas dan beradptasi dengan lingkungan sekitar terutama lingkungan pekerjaan polisi.
“Untuk meningkatkan rasa percaya diri saya, agar saya dapat membutikan dengan kondisi saya bahwa saya bisa beraktivitas dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar terutama lingkungan pekerjaan kepolisian,” ujar calon polwan tunadaksa itu.
Fatia membagikan cerita bahwa dirinya penyandang disabilitas sejak lahir. Ia juga pernah mengalami perundungan dari teman-temannya.
“Waktu SD saya pernah mengalami bullying dikarenakan saya tidak bisa olahraga voli, bully-an verbal. Saya Cuma bisa nangis dan kasih tahu orang tua kalau saya itu kenapa di-bully sama teman,” cerita Fatianya.
Dari perundungan itu dan nasihat dari orang tuanya yang membentuk Fatia menjadi perempuan dengan mental baja. Perempuan asli Bangka Belitung itu menjelaskan bahwa berkat didikan orang tua dapat membentuk dirinya menjadi perempuan yang bertekad kuat.
| Baca juga: Sarah Gillis, Manusia Pertama yang Memainkan Biola di Luar Angkasa
Fatia juga pernah diajak ayahnya merantau ke Jambi dan memberikan gambaran kehidupan perantauan sehingga membuat dirinya mandiri dan hidup setara meski kondisi fisiknya disabilitas.
“Sejak SMA saya pernah ikut ayah kuliah S2 di Jambi, Unja. Ayah memberikan gambaran soal kehidupan di perantauan. Alhamdulillahnya sampai saat ini saya merasa banyak hal yang membuat saya mandiri selama merantau,” terang Fatia.
Meskipun Fatia adalah penyandang disabilitas, tetapi dia tetap bersekolah di sekolah umum.
“Saya difabel dari lahir. Saya disekolahkan di sekolah reguler. Saya di SD Islam terpadu, dan SMP-SMA di negeri. Saya kuliah merantau ke Jogja, di UII Fakultas Psikologi,” ucap Fatia.
Saat ini Fatia telah menjadi siswa di Sepolwan RI dan berhasil membuktikan bahwa ia dapat beradaptasi dengan cepat.
“Fatia ini memang berkebutuhan khusus tapi kami ajarkan mandiri sama seperti siswa yang lain, bahkan dia melakukan kegiatan lebih cepat dari yang lain, contoh saat memakai sepatu PDL, dia lebih cepat loh” Ujar KBP Ratna Setiawati, KA Sepolwan melalui video Instagram @humassepolwan. (*)