Hanya Nyawa yang Selamat dari Tragedi Kebakaran Manggarai

Kebakaran melahap seratus rumah warga di 3 RW kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. (Foto: Stephine/Nyata)
Kebakaran melahap seratus rumah warga di 3 RW kawasan Manggarai, Jakarta Selatan. (Foto: Stephine/Nyata)

Kebakaran yang terjadi di Kampung Bali, Matraman, Manggarai, Jakarta Selatan, meninggalkan luka mendalam bagi warga yang terdampak. Kobaran api yang membumbung tinggi terjadi pada Selasa (13/8) dini hari, sekitar pukul 02.30.

Kebakaran meluluhlantakkan tiga RW sekaligus, yaitu RW 5, 6, dan 12. Ribuan warga terpaksa mengungsi dari rumah mereka yang habis dilahap si jago merah.

Salah satu korban kebakaran tersebut adalah Adang, pria berusia 46 tahun yang tinggal di RW 6. Dalam sekejap, seluruh harta bendanya musnah dilahap api yang diduga bermula dari ledakan ponsel yang tengah diisi daya.

Adang menceritakan bagaimana kebakaran ini menghancurkan semua yang dimilikinya.

“Waktu kebakaran itu, nggak ada yang sempat saya bawa. Paling yang saya bawa cuma surat-surat aja, kalau pakaian dan barang lainnya udah nggak bisa,” ucap Adang kepada Nyata saat ditemui di lokasi kejadian, Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan, pada Selasa (13/8) lalu.

| Baca Juga: Hendak Selamatkan Diri, 7 Korban Terluka Imbas Kebakaran Manggarai

Meski saat kebakaran terjadi Adang dan keluarganya berhasil menyelamatkan diri, mereka hanya mampu menyelamatkan beberapa surat-surat berharga.

Kebakaran Manggarai diduga karena ledakan HP saat dicas. (Foto: Dok. Nyata/Stephine)
Kebakaran Manggarai diduga karena ledakan HP saat dicas. (Foto: Dok. Nyata/Stephine)

Dengan segala keterbatasan, Adang mencoba tetap optimis menghadapi keadaan. Ia sempat kembali ke rumah yang telah ia tinggali selama bertahun-tahun, yang berada di lantai dua. Namun, api telah membesar dan rumah itu sudah tak bisa diselamatkan lagi.

“Tadi pas saya ke sana, api udah membesar. Udah nggak bisa, nggak tertolong. Duh, pokoknya parah banget,” lanjutnya dengan wajah murung.

Rumah Adang kini hanya tinggal puing-puing yang berserakan di tanah. Rumahnya yang dulu berdiri kokoh, kini rata dengan tanah akibat ambruk dilahap api.

Kejadian ini menjadi sebuah pukulan berat bagi Adang dan keluarganya. Sebelumnya, ia pernah mengalami kebakaran kecil, tetapi saat itu masih bisa menyelamatkan sebagian barang-barang miliknya. Namun, kali ini tidak ada yang tersisa.

| Baca Juga: Warga Terdampak Kebakaran Manggarai Menanti Diungsikan

Adang tidak pernah menyangka bahwa ia dan keluarganya akan dihadapkan pada musibah sebesar ini. Rasa takut dan cemas menyelimuti hatinya saat melihat kobaran api yang begitu besar.

Adang awalnya mengira api tidak akan membesar, tetapi kenyataannya api justru semakin membesar dan merembet ke rumah-rumah warga lainnya. “Saya kaget banget, pagi itu saya benar-benar takut. Tadinya saya pikir apinya nggak akan besar, tapi ternyata malah makin besar,” katanya.

Kesukaan Si Jago Merah

Adang dan warga lainnya berusaha sekuat tenaga untuk memadamkan api. Namun, upaya mereka terhalang oleh banyak kesulitan. Air yang seharusnya digunakan untuk memadamkan api tidak ada, karena suplai air di daerah tersebut bergantung pada pompa yang membutuhkan listrik.

Saat kebakaran terjadi, listrik mati sehingga pompa air tidak berfungsi. “Susah, air pun kita nggak ada karena kehabisan semua. Air itu kan kita dari torrent, nanti pak RT nyalurin ke masing-masing rumah dari iuran. Ya, kalau listrik mati kan kita jadinya nggak ada air,” ungkap Adang.

| Baca Juga: HP Meledak saat Dicas, Awal Kebakaran Permukiman di Manggarai

Meski demikian, Adang dan warga tidak menyerah. Mereka dengan cepat menjebol salah satu rumah untuk mencegah api merembet lebih luas. Namun, usaha tersebut tidak cukup untuk menghentikan laju api yang terus membesar. Material yang mudah terbakar seperti kayu, pakaian, dan tabung gas membuat api semakin sulit dikendalikan.

Di kawasan padat penduduk ini, banyak warga yang membuka warung atau berjualan gas LPG, sehingga keberadaan tabung gas menambah bahaya. “Di situ memang kebanyakan tukang gas dan warung, jadi ya rata semua. Terus ya warung itu gas semua, nggak ada yang nggak pake gas,” jelas Adang.

Adang menyebut bahwa ledakan tabung gas yang ada di setiap rumah dan warung kemungkinan memperparah kebakaran. Api pun semakin tinggi, menyala terang di tengah malam yang seharusnya tenang. Kebakaran ini menambah daftar panjang musibah yang harus dihadapi warga Kampung Bali.

Sulitnya akses bagi petugas pemadam kebakaran menjadi alasan lain mengapa api sulit dipadamkan. Jalanan sempit yang hanya muat untuk dua motor, atau bahkan hanya satu motor, memperlambat proses pemadaman.

| Baca Juga: Kebakaran Hanguskan Seratus Rumah di Manggarai, Ratusan Warga Mengungsi

Lebih parah lagi, banyak warga yang memarkir motor mereka di jalan, yang juga merupakan akses utama bagi petugas pemadam kebakaran. “Jalannya sempit, petugas pemadam kebakaran kesulitan masuk. Ditambah lagi motor-motor parkir sembarangan, makin susah,” tambah Adang.

Pada malam itu, Adang yang biasanya terjaga hingga larut malam, justru tertidur lelap. Ia mengaku bahwa biasanya ia selalu berjaga-jaga setiap malam karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, malam itu ia tertidur lebih awal karena lelah setelah seharian bekerja. “Biasanya saya nggak tidur, selalu tidur malam. Tapi malam itu saya capek banget, jadi ketiduran,” jelasnya.

Materi Bisa Dicari

Meski kehilangan segalanya, Adang tetap berusaha ikhlas. Ia meyakini bahwa harta benda bisa dicari kembali, asalkan nyawa selamat. “Ya, kita namanya musibah nggak ada yang tahu. Barang bisa dicari dan dibeli lagi, yang penting selamatkan nyawa,” katanya dengan tegar.

Tinggal puing-puing pasca tragedi kebakaran di Manggarai. (Foto: Stephine/Nyata)
Tinggal puing-puing pasca tragedi kebakaran di Manggarai. (Foto: Stephine/Nyata)

Adang tidak ingin keluarganya meninggal akibat kebakaran ini. Ia juga merasa marah dan kecewa karena orang yang menyebabkan kebakaran tidak memberi tahu warga dan malah melarikan diri bersama istri dan anaknya. “Warga yang ngecas HP itu kabur begitu saja, nggak bilang ke orang lain, malah pintunya ditutup,” ungkap Adang dengan kesal.

| Baca Juga: Kebakaran Besar di Permukiman Padat Penduduk Manggarai Jaksel

Luntang-lantung

Kini, Adang dan keluarganya harus mencari tempat tinggal sementara. Mereka, seperti warga lainnya, berkumpul di pinggiran lokasi kebakaran yang tidak terdampak parah. Saat ditemui oleh Nyata, Adang bersama keluarganya tengah beristirahat di sebuah warung bakso yang tutup. “Sementara ini kita ngumpul di sini dulu, nggak tahu nanti ke mana,” ujarnya dengan nada pasrah.

Di tengah cobaan yang berat ini, Adang tetap bersyukur. Meski kehilangan harta benda, ia masih merasa dilindungi oleh Tuhan karena keluarganya selamat tanpa luka sedikit pun. “Alhamdulillah, kita masih diberi keselamatan. Semua barang habis, tapi nyawa kita selamat,” ucap Adang dengan haru.

Kisah Adang adalah salah satu dari banyak cerita pilu yang terjadi di Kampung Bali, Matraman, Manggarai. Kebakaran hebat ini tidak hanya menghanguskan rumah dan harta benda, tetapi juga meninggalkan luka mendalam di hati para korban.

Kini, mereka harus berjuang untuk memulai hidup baru dari nol, sambil berharap bantuan dan dukungan dari berbagai pihak segera datang. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here