Kisah Inspiratif Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR

0
Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)
Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)

Ada yang berbeda saat pengukuhan wisudawan Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, 22 Desember 2024 lalu. Di antara 903 wisudawan, ada seorang penyandang disabilitas tunanetra. Dia adalah Alfian Andika Yudistira.

Dalam sambutannya, dia mengucap syukur dan berterima kasih kepada pihak-pihak yang membantunya menyelesaikan studi.

Untuk kedua orang tua, saya ucapkan terima kasih. Saya tuna netra satu-satunya dan saya anak ke empat tapi yang pertama S2. Ibu saya ibu rumah tangga dan bapak saya tukang tambal ban. Tetapi saya bangga menjadi bagian mereka,” begitu ucapnya.

Pidato itu tidak hanya menyentuh hati para rektor, dosen hingga wisudawan yang memadati Airlangga Convention Center (ACC) kala itu. Namun juga membuat warganet terenyuh.

@unair_official

Tekad besar untuk menimba ilmu! Cerita dari salah satu mahasiswa UNAIR yang berhasil meraih gelar Magister Kebijakan Publik. Selain itu, Alfian juga merupakan anak keempat dan menjadi anak pertama yang lulus S2 di keluarganya. 💐 #fyp #fypシ #fypage #wisuda #universitasairlangga

♬ Senyumlah – Andmesh

Video yang diunggah di akun TikTok UNAIR itu lantas viral. Dilihat lebih dari 2,2 juta penonton serta 4.162 komentar.

| Baca Juga: Duka Remaja Riau di Tahun Baru, Ayah-Ibu-Adik Tewas Ditabrak Minibus

Pemuda yang akrab disapa Alfian itu lulus setelah studi S2 Kebijakan Publik dan menjadi satu-satunya wisudawan tunanetra di periode kelulusan ke-245. Dia berhasil mempertahankan tesis yang berjudul Kapasitas Kebijakan Publik Terhadap Penyelenggaraan Pemilu di Surabaya, Khususnya Penyandang Disabilitas.

Dia memang patut bangga dan lega. Sebab di tengah keterbatasan, dia sukses meraih gelar Magister tepat waktu dengan IPK 3.74.

”Saya sebenarnya enggak peduli gelarnya tetapi yang lebih penting itu keilmuannya karena bagi saya pendidikan itu penting,” kata Alfian Andika Yudistira kepada Nyata, Sabtu (11/1) lalu.

Alfian terlahir dengan kondisi buta. Namun didikan orangtua membuatnya mandiri. Wisudawan Tunanetra itu tak pernah berpangku tangan pada pertolongan orang lain.

”Orangtua saya itu bisa dibilang kejam. Dia enggak peduli, mau saya disabilitas atau enggak diperlakukan sama. Saya dulu waktu kecil udah diajarin gimana ambil air biar enggak tumpah, ambil piring biar enggak pecah. Akhirnya waktu SD, saya sudah bisa makan sendiri. Nimba air di sumur,” kenangnya.

| Baca Juga: Demi Rekor Guinness, Wanita 55 Tahun ini Lari 42 Km Tiap Hari dalam Setahun

Dari situ, pemuda berusia 27 tahun itu tumbuh menjadi individu yang tangguh dan pemberani. Aktivitas apa pun bisa dilakukan sendiri. Dari SD hingga SMP, Alfian mengenyam pendidikan sekolah luar biasa di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya.

Saat SMA, dia sekolah reguler di SMAN 8 Surabaya dan menjadi siswa disabilitas pertama di sekolah itu. Disana Alfian dikenal sebagai murid berprestasi. Dia selalu menjuarai beberapa kompetisi tingkat nasional maupun internasional.

Di antaranya Juara 1 OSN Matematika antar SMA Inklusi Provinsi Jawa Timur 2015, Peringkat 6 besar Pelajar Pelopor Surabaya 2015. Tim Indonesia di Global IT Challenge For Youth Disabilities Asia-Pasifik. Juara 2 e-Design Group Global IT Challenge For Youth Disabilities Tingkat Nasional 2015.

Alfian memanfaatkan laptop pemberian mantan walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk media belajar. Sebab saat itu orangtuanya tidak mampu membeli buku braille. Jangankan belanja, untuk makan pun, keluarganya harus sangat berhemat.

| Baca Juga: Dokter Kerdil Setinggi 90 cm, Xiao Jiulin Dedikasikan Hidupnya untuk Desa

Walau hidupnya serba sulit, Alfian tidak pernah menyalahkan takdir. Dia sangat optimis bahwa pendidikan bisa mengubah nasibnya. Anak ke empat dari lima bersaudara itu bersikeras untuk kuliah di PTN.

Dia akhirnya bisa kuliah S1 Jurusan Antropologi UNAIR lewat jalur bidikmisi. Setelah lulus sarjana, wisudawan tunanetra itu sempat bekerja di United States Agency for International Development (USAID) Mitra Kunci, sebuah NGO International di Surabaya.

Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)
Alfian Andika Yudistira, Wisudawan S2 Tunanetra Pertama di UNAIR. (Foto: Dok. Pri)

Baru beberapa bulan bekerja, pandemi melanda. Pemuda yang punya hobi bermain drum itu kehilangan pekerjaannya. Untuk mengisi masa kekosongan itu, tercetuslah keinginan untuk melanjutkan S2.

”Ya daripada nganggur di rumah enggak jelas. Saya cari-cari beasiswa. Kebetulan yang sesuai dengan saya itu beasiswa Asean University Network by Nippon Foundation. Itu sistem seleksinya lumayan ketat. Karena yang ikut semua negara dari Asia Tenggara. Sedangkan kuotanya hanya dua,” akunya.

| Baca Juga: Nazmin Rasheed, Bocah 10 Tahun yang Dapat Julukan ‘Little Van Gogh’

Belum lulus S2, Tahun 2022 Alfian diterima menjadi PNS di Kementerian Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Dia pun pindah ke Jakarta. Namun tetap melaksanakan perkuliahan secara hybrid (online dan offline).

”Senin sampai Jumat kuliah online. Dan sabtunya saya ke Surabaya untuk kuliah offline. Biasanya tatap muka dua sampai empat kali. Enggak ngerasa capek sih, karena selama ini saya sudah terbiasa mobile orangnya,” ucap ayah seorang putri itu.

Dia menambahkan, ”Sejak S1 sampai S2 ini memang tiap kuliah selalu naik ojek, kadang diantar teman. Kalau naik angkot itu susah. Belum oper-opernya. Jadi tidak ada kendala. Apalagi selama kuliah di UNAIR juga saya rasa tidak ada kesulitan. Mungkin yang belum ada itu jalan pemandu untuk tuna netra.”

Alfian menekankan pentingnya konsistensi, kedisiplinan, dan melakukan yang terbaik untuk mencapai kesuksesan.

“Saya sampai bisa di titik ini juga karena orang tua. Mereka yang selalu menanamkan pada diri saya untuk selalu mandiri. Kalau saya tidak bisa melakukan apa-apa, lalu kehidupan saya gimana? kan orang tua tidak selalu bersama kita. Takut itu bukan opsi. Makanya saya selalu bilang, kemandirian itu harus dipaksakan dan kesempatan itu harus direbut, bukan ditunggu,” pesan Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Jawa Timur itu. (*)

Selengkapnya Baca di Tabloid Nyata Cetak Edisi 2790, Minggu II, Januari 2025. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here