Berusaha Menjadi Ibu Sempurna Justru Rentan Terkena Stress

Foto: Dok. Pexels/Ketut Subiyanto

Menjadi orang tua bukan hal yang mudah, apalagi tidak ada ‘sekolah’ formal yang membekali pasangan suami istri mempersiapkan diri dalam pengasuhan anak. Studi Priory Group menunjukkan 40 persen dari 1.000 orang tua menganggap gambaran ideal mengenai parenting yang tersebar di media sosial telah memicu kecemasan mereka.

Ternyata, tekanan sebagai orang tua lebih banyak dirasakan oleh para ibu. Menurut studi Cornell University, para ibu merasa lebih stress menjalani peran sebagai orang tua dibanding ayah. Salah satunya karena selalu ingin menyesuaikan citra mereka dengan konsep ‘ibu yang baik’.

Bahkan, studi lain dari BabyCenter menunjukkan bahwa 80 persen ibu millennials merasakan tekanan dari sekitar mereka untuk menjadi ibu yang sempurna. Menanggapi hal ini, psikolog keluarga Samanta Elsener, mengatakan keinginan untuk menjadi sosok yang sempurna dapat menimbulkan beragam dampak negatif seperti mudah cemas, rentan terhadap stress bahkan depresi, selalu merasa ’kurang‘ dalam menjalankan peran sebagai ibu.

“Hal itu menyebabkan para ibu terjebak dalam mompetition atau mom shaming,” ujar Samanta dalam temu media #MomenBondingBermakna, menandai ulang tahun Zwitsal ke – 50 di Jakarta, baru-baru ini.

|Baca Juga: Kini Punya Tiga Anak, Dian Ayu Lestari Khawatirkan Masalah Ini

Foto: Dok. IST

Fenomena momshaming itu ternyata dialami oleh 88 persen ibu millennials dan Gen-Z di Indonesia. Menyikapi hal ini, Samanta menyarankan penting bagi orang tua untuk melepaskan diri dari tekanan lingkungan sekitar dan meyakini bahwa sebetulnya, hal terpenting dari perjalanan sebagai orang tua adalah membangun ikatan emosional yang erat dengan anak. “Di antaranya dapat diciptakan dengan momen bonding yang bermakna,” tuturnya.

Selain lebih mendekatkan hubungan, ada begitu banyak manfaat dari momen bonding bagi pertumbuhan emosional anak. Seperti membuat anak selalu merasa aman dan tenang, lebih percaya diri mengeksplorasi berbagai hal baru.

Bonding juga membentuk rasa percaya pada orang lain, memiliki self-awareness yang baik, merasa dirinya berharga, hingga mampu berempati pada orang lain,” jelas Samanta.

Hal itu diakui Nikita Willy, ibu satu anak batita. Dia memahami tekanan yang dirasakan oleh new parents. “Di saat kita sendiri masih banyak belajar menjadi orang tua, terkadang komentar dari lingkungan sekitar maupun media sosial membuat kita merasa cemas sampai gemas sendiri,” ujar Brand Ambassador Zwitsal itu.

|Baca Juga: Ini Bahayanya Bila Orang Tua Nekat Bonceng Bayi Pakai Sepeda Motor

Niki percaya bahwa orang tua paling mengetahui yang terbaik untuk anak. “Aku dan suamilah yang paling tahu apa yang terbaik untuk Issa, dan yang paling penting adalah bagaimana kami bertiga selalu punya waktu untuk membangun attachment secara fisik ataupun emosional. Misalnya saat memandikan Issa, momen ini jadi kesempatan buatku dan suami untuk menyentuh Issa dengan lembut dan berkomunikasi sambil bercanda,” jelas Niki.

Ia mengatakan, “Melalui momen-momen seperti ini, aku harap Issa percaya bahwa aku dan suami selalu bisa jadi orang-orang pertama yang dapat ia andalkan hingga nanti.”

Menanggapi kebutuhan para orang tua dalam menciptakan momen bonding dengan anak, Zwitsal percaya bahwa setiap orang tua memiliki cara tersendiri untuk melakukannya, dan di saat itulah bonding yang bermakna dapat terjalin.

“Karenanya, melalui kampanye #MomenBondingBermakna, Zwitsal memfasilitasi para orang tua dengan berbagai kegiatan online maupun offline yang menginspirasi. Salah satunya video tentang tiga sosok orang tua yang menghadapi tantangan tersendiri dalam berupaya menjadi sosok yang ‘sempurna’ bagi anak mereka,” ujar Mahnessa Siregar, Head of Deodorant and Baby Care Unilever Indonesia. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here