
Surabaya Fashion Parade (SFP) 2021 yang bertema Ciclo digelar di Chameleon Hall Plasa Tunjungan 6 lantai 5 Surabaya, Kamis (2/12). Sebanyak sembilan desainer menampilkan karya terbaiknya di hari pertama ajang fashion terbesar di Surabaya itu.
Mereka adalah Megama, Yuliana Wu, Deden Siswanto, Elly Virgo, Winarni Widjaja, Alben Ayub Andal, Yunita Kosasih, Aura Afilia, dan Dola AP.
Kondisi pandemi COVID-19 yang berlangsung selama dua tahun ini banyak menginspirasi para desainer untuk mengangkatnya ke dalam karya mereka. Elly Virgo, misalnya, mengangkat tema Kilimanjaro.

| Baca juga: Nggak Nyangka! Gaun Maria Sharapova di The Fashion Awards 2021 Ini Ternyata dari Botol Bekas
Dikatakan Elly, selama pandemi kondisi dunia sangat kelabu. Karena itu dia ingin keluar dari zona yang menyedihkan itu ke yang lebih fresh dan semangat. ”Karena itulah saya memilih tema Kilimanjaro, yang merupakan gunung tertinggi di Afrika,” terang Elly.
”Kenapa Afrika, karena saya suka etnik Afrika. Musik perkusinya juga dinamis, sehingga sangat pas dengan tema, yaitu memberi sprit untuk bangkit dari keterpurukan,” imbuhnya.

Lain lagi dengan Winarni Widjaja. Lewat tema Hope, Winarni ingin semua orang punya harapan untuk memulai hidup yang lebih baik, setelah dua tahun terkungkung dalam pandemi.
”Saya menggunakan dua warna, yaitu broken white dan navy. Broken white menggambarkan harapan yang datang sebagai wadah baru. Sedang navy menggambarkan awal untuk menghadapi hari yang baru,” terang Winarni.

Sedang Alben Ayub Andal lebih memilih ready to wear untuk ditampilkan. ”Kali ini saya memang membuat baju yang biasa banget. Karena dalam kondisi pandemi sekarang ini, saya nggak berani muluk-muluk. Yang penting bajunya dibeli, karena penjahit harus hidup,” ujar pemilik label Re-Clothing itu.
Manfaatkan Limbah
Sesuai tema besar, yaitu Sustainable Fashion, para desainer juga banyak memanfaatkan limbah hasil produksi pakaian mereka. Elly Virgo memanfaatkan sisa-sisa kain yang menumpuk menjadi busana etnik dengan teknik patchwork.
”Selama PPKM saya cari ide mau diapakan limbah pakaian yang menumpuk di rumah. Akhirnya saya bikin baju dengan teknik patchwork,” ujar desainer berhijab itu.

Diakui Elly, butuh waktu lama untuk menggabungkan atau menyambung sisa-sisa kain agar sesuai dengan spirit tema yang diangkatnya. ”Untuk menyambung saja saya butuh waktu tujuh hingga sepuluh hari,” terangnya.
Lain lagi dengan Yunita Kosasih. Desainer bertubuh mungil itu memanfaatkan sisa-sisa kain menjadi tas yang unik. Selain itu dia juga bekerja sama dengan desainer aksesoris Jakarta untuk melekapi look model. ”Kalung ini dibuat dari tutup dan leher botol yang dipadu dengan mutiara, sehingga terlihat unik,” ujar Yunita. *hen