Mengetahui Pentingnya Peremajaan Vagina yang Bukan Sekadar Tren

Peremajaan vagina
Foto: Eugenia

Banyak wanita yang kehilangan rasa percaya diri, lantaran perubahan yang terjadi di area kewanitaannya. Sebagai kemajuan di bidang ginekologi, peremajaan vagina menjadi salah satu cara untuk mengatasinya.

Peremajaan vagina merupakan prosedur untuk merawat area kewanitaan, yang mengalami perubahan bentuk maupun fungsi. Hal itu dapat terjadi akibat proses kehamilan, melahirkan, perubahan hormon, ataupun menopause. Meski disebut peremajaan vagina, namun cakupannya bukan hanya area internal saja, tapi juga eksternal seperti labia mayora, minoral dan klitoris.

Umumnya, para wanita merasa malu dan menganggap peremajaan vagina ini sebagai hal yang tabu. Mereka pun akhirnya tak berani untuk mencari solusi akan hal tersebut.

Baca juga: 8 Makanan yang Bikin Kulitmu Kinclong Sempurna

Dalam sambutannya di Seminar Media Bamed Women’s Clinic, dr. Yassin Yanuar Mohammad, SpOG (K), M.Sc selaku CEO Bamed Healthcare Group mengungkapkan, pihaknya akan selalu berinovasi untuk memberi layanan terbaik bagi wanita Indonesia. Termasuk kaitannya dalam hal peremajaan vagina ini.

Dari masa pubertas hingga menopause, vagina mengalami beberapa fase yang membuat elastisitas serta fungsinya menurun. Menurut dr. Ni Komang Yeni Dhanasari, SpOG, peremajaan vagina bukan hanya soal mencari kenikmatan seksual saja. Tapi bertujuan untuk meraih kematangan fisik, dan meningkatkan kepercayaan diri, serta kualitas hidup bagi wanita.

Peremajaan vagina
Foto: Eugenia

Ada tiga tindakan yang dapat dilakukan, yaitu non-invasif, semi-invasif, maupun invasif. Semua tindakan ini bertujuan untuk memperbaiki jaringan vagina, kelenturan dinding vagina, memperbaiki kulit labia, dan secara keseluruhan dapat meningkatkan kualitas hidup serta rasa percaya diri wanita.

Baca juga: 5 Manfaat Alami Air Kelapa untuk Merawat Kesehatan Kulit

Mengenai prosedur non-invasif, dr. Yeni menerangkan bahwa pasien hanya akan merasakan kenaikan temperatur di sekitar area vagina maupun labia. Sedangkan untuk prosedurnya dapat dilakukan secara berkala, sekitar 6 hingga 24 bulan atau sesuai kebutuhan.

“Tindakan non-invasif sebaiknya tidak dilakukan saat Premenstrual Syndrome (PMS). Tubuh akan lebih sensitif, sehingga akan terasa kurang nyaman jika dilakukan treatment ini,” jelas dokter yang juga berpengalaman dalam bidang ginekologi estetika itu.

Prosedur semi-invasif sendiri terbagi atas dua treatment, yaitu Mayora Augmentation dan Injeksi G-Spot. Dimana keduanya difungsikan untuk membuat vagina lebih berisi dan kencang, serta meningkatkan orgasme pada wanita.

Sementara itu, dalam prosedur invasif tak hanya memperbaiki anatomi dan fungsi vagina saja. Tapi juga memungkinkan untuk memperbaiki atau merapatkan kembali selaput dara wanita.

Peremajaan vagina
Foto: Eugenia

Sebagaimana yang dijelaskan oleh dr. Dasep Suwanda, SpOG, prosedur invasif meliputi tindakan clitoralhood reduction, labia mayora plasty, labia minora plasty, hymenoplasty, vaginoplasty. Kendati demikian, peremajaan vagina melalui jalur operasi ini memiliki beberapa efek samping, sebagaimana tindakan operasi lainnya.

“Akan ada risiko pendarahan bahkan infeksi. Namun menurut badan American Society for Aesthetic Plastic Surgery (ASAPS), jumlah operasi labiaplasty yang dilakukan di AS dari tahun 2012-2017 mengalami peningkatan sebesar 217,3%. Artinya, ini kenaikan terbesar dibanding jenis operasi plastik apapun. Yang penting prosedur ini tidak dilakukan saat wanita hamil, tapi boleh dilakukan 3 bulan setelahnya maupun oleh ibu menyusui,” pungkas dr. Dasep. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here