Selama 90 Menit, Ariel Tatum Perankan Sang Kembang Bale

Ariel Tatum menari saat pementasan monolog Sang Kembang Bale. (Foto: Dok. Titimangsa)
Ariel Tatum menari saat pementasan monolog Sang Kembang Bale. (Foto: Dok. Titimangsa)

Ariel Tatum kembali menjajal kemampuannya di dunia seni pertunjukan. Setelah dipercaya oleh Titimangsa sebagai penari Jaipong bersama Happy Salma di pementasan Sukabumi 1980, kini Ariel kembali menari dalam pementasan monolog Sang Kembang Bale (Nyanyian Yang Kutitipkan Pada Angin).

Acara tersebut digelar di NuArt Sculpture Park, Bandung pada 10-12 Agustus 2024. Pentas Sang Kembang Bale bukan sekadar monolog biasa. Produksi ke-79 Titimangsa itu mengangkat seni tradisi Sunda yang hampir punah, kesenian tari Ronggeng Gunung dari daerah Ciamis dan Pangandaran.

Bukan hanya sekadar tradisi, Ronggeng Gunung adalah tarian dan nyanyian yang berisi doa-doa.

Pemilik nama lengkap Ariel Dewinta Ayu Sekarini itu merasa tertantang saat mendapat tawaran untuk bermain di pentas Sang Kembang Bale.

“Aku sangat bersyukur dipercayakan Kembang Bale kepadaku sebagai monolog pertamaku. Saat pertama ditawarkan nggak dijelaskan kalau monolognya akan 20 halaman, beserta nyanyian dan tarian. Tapi hatiku benar-benar tertarik sama naskah dan kisahnya Ronggeng Gunung,” jelas Ariel.

| Baca Juga: Lima Bulan, Ariel Tatum-Raditya Dika Belajar Jadi Suami Istri

Ariel mengaku sangat deg-degan menjelang penampilannya di pementasan tersebut. “Tapi aku bersyukur sekali semua proses berjalan lancar. Dan aku bersyukur dikasih kesempatan untuk menampilkan kemampuan (menari, nembang, dan monolog) semaksimal mungkin,” ujar Ariel usai Media Preview Sang Kembang Bale pada Jumat (9/8).

Ariel Tatum tampil di pementasan monolog Sang Kembang Bale. (Foto: Dok. Titimangsa)
Ariel Tatum tampil di pementasan monolog Sang Kembang Bale. (Foto: Dok. Titimangsa)

Ariel bermonolog, menari, dan menyanyi di atas panggung selama 90 menit. Ada tiga tembang yang dinyanyikan, salah satunya berisi tiga nyanyian yang berbeda.

“Dan ada lima tarian Ronggeng Gunung yang akan kami tampilkan. Kita semua sudah berlatih untuk antisipasi apapun yang terjadi di atas panggung. Jadi aku hanya fokus pada apa yang aku ingin tunjukkan saja,” lanjutnya.

Pradetya Navitri, produser Sang Kembang Bale, mengaku sangat bangga dengan berlangsungnya pementasan tersebut. “Setelah dua tahun kita berproses, akhirnya Sang kembang Bale bisa dipentaskan. Dan memang waktunya tepat sekali. Dan kami memilih pemain yang sangat tepat. Dengan segala kesulitan teknis yang terjadi, seperti mic mati saat preview, tapi Ariel tetap jalan seperti tidak ada hambatan. Judulnya Nyanyian yang Kutitipkan Pada Angin itu terjadi,” kata wanita yang biasa disapa dengan Tia itu.

| Baca Juga: Turunkan Berat Badan Demi Main Film, Ini Tips Diet Ariel Tatum

Ariel mengakui bila dirinya menemui beberapa kesulitan selama menjalani proses latihan pementasan.

“Kesulitannya semua tembang yang aku nyanyikan dengan cengkok Sunda. nyanyian yang dinyanyikan Kembang Bale adalah nyanyian tradisional, yang menggunakan tenggorokan primary sourcenya. Bukan dari diafragma ataupun kepala. Itu sulit sekali. Aku tidak terbiasa, benar-benar baru banget mempelajari itu semua. Dan ada pakemnya yang nggak bisa di otak-atik ke kanan kiri. Itu challenging banget sih. Yang paling sulit itu nyanyinya,“ ungkap Ariel.

Sementara Ariel tidak terlalu sulit untuk melatih gerakan tari Ronggeng Gunung. “Karena aku terbiasa menari Jawa sejak kecil. Tari Jawa itu gerakannya lambat, begitu juga dengan Ronggeng Gunung,” ujar pemeran Nani Sudarmaji dalam film ‘Sayap-Sayap Patah’ itu.

Selama 90 menit di atas panggung, Ariel hanya sedikit sekali melakukan improvisasi. “Improvisasi ada. Yang aku lihat dari latihan yang dilakukan, imorovisasi yang dilakukan Ariel adalah ekspresi tubuhnya, dan celetukan-celetukannya bagaimana dia merespon para penari dan penonton,” kata Ana.

| Baca Juga: Beradegan Dewasa Bareng Ariel Tatum, Raditya Dika Bongkar Reaksi Anissa Aziza

Monolog yang diperankan Ariel Tatum serta diiring 4 penari dan 3 orang pemusik itu berkisah tentang kehidupan seorang ronggeng (kembang bale) yang terlahir dari perih kehidupan masa kecilnya di Panyutran sebuah kampung di Padaherang, Pangandaran Jawa Barat.

Memasuki masa remaja, ia terpilih oleh para ronggeng gunung sepuh untuk jadi penerus ronggeng sejati. Kemiskinan jadi pendorongnya memasuki dunia ronggeng. Tapi dunia yang dimasukinya itu semakin hari semakin menariknya untuk lebih dalam memaknai bagaimana semestinya sikap seorang ronggeng. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here