Pangeran Harry mengungkapkan bagaimana turnya ke Afghanistan terhubung dengan trauma atas kematian ibunya, Putri Diana. Dikutip dari HelloMagz, suami Meghan Markle itu pernah menjalankan tugas militer di Afghanistan sebanyak dua kali.
Selama berada di negara yang berbatasan langsung dengan Pakistan itu, Harry mengungkapkan bila tugas militernya itu ternyata mempengaruhi kesehatan mentalnya.
Dalam serial dokumenter Netflix terbarunya, Duke of Sussex itu menerangkan bila saat bertugas, ia kembali teringat kematian ibunya yang saat ia berusia 12 tahun.
“Saya hanya bisa berbicara dari pengalaman pribadi saya. Tur saya ke Afghanistan pada tahun 2012 dengan menerbangkan Apache, di suatu tempat setelah itu terjadi keteruraian, dan pemicunya bagi saya sebenarnya adalah kembali dari Afghanistan tetapi hal-hal yang muncul sejak tahun 1997, sejak usia 12 tahun,” ungkap Harry.
|Baca Juga: Beri Pernyataan Palsu, Pangeran Harry Dikecam Veteran Perang


Selama ini, Harry tak pernah menyadari bila trauma yang ditinggalkan karena kematian ibunya sangat membekas hingga ia dewasa.
“Kehilangan ibu saya di usia yang begitu muda, trauma yang saya alami, saya tidak pernah benar-benar menyadarinya,” imbuhnya.
“Hal itu tidak pernah dibahas, saya tidak benar-benar membicarakannya, dan saya menekannya seperti yang dilakukan kebanyakan anak muda. Tapi kemudian ketika semuanya gagal, saya terpental. Saya seperti, ‘Apa? sedang terjadi di sini?’ Saya merasakan segalanya, bukannya mati rasa,” jelas adik Pangeran William itu.
Saat Putri Diana tewas dalam kecelakaan tragis di Paris pada 31 Agustus 1997. Putranya, Pangeran William saat itu masih berusia 15 dan Pangeran Harry berusia 12 tahun.
|Baca Juga: Mendiang Ratu Elizabeth Tak Pernah Berhenti Berharap Harry-Meghan kembali ke Kerajaan Inggris
Ayah dua anak itu kemudian mengenang hidupnya usai ditinggal ibunda tercinta pergi untuk selamanya. Dalam dokumenternya, Harry mengklaim bila ia sama sekali tak mendapatkan dukungan apapun terutama dari keluarganya.
“Perjuangan terbesar bagi saya adalah masyarakat. Tidak ada seorang pun di sekitar saya yang benar-benar dapat membantu. Saya tidak memiliki struktur pendukung, jaringan atau nasihat ahli untuk mengidentifikasi apa yang sebenarnya terjadi dengan saya,” jelasnya.
Sampai pada akhirnya, anak kedua Raja Charles itu memutuskan menjalani terapi untuk mengatasi rasa traumanya. Meski hal itu tak membuatnya menjadi lebih baik.
“Sayangnya, seperti kebanyakan dari kita, pertama kali Anda benar-benar mempertimbangkan terapi adalah ketika Anda berbaring di lantai dalam posisi janin, mungkin berharap Anda bisa mengatasinya. beberapa hal ini sebelumnya. Dan itulah yang benar-benar ingin saya ubah,” papar Harry.