7 Fakta Naomi Osaka, Penyulut Obor Olimpiade Tokyo

Penyulut Obor Olimpiade Tokyo Naomi Osaka ini, salah satu atlet yang lagi nge-hit sekarang ini. Beberapa bulan lalu, dia viral karena isu mental health-nya. Lantas siapa ya dia? Ini fakta-faktanya.

Berdarah Haiti dan Jepang

Naomi bersama ayah, ibu dan kakaknya (Foto: Instagram)

Naomi lahir dari pasangan Leonard Francois (Haiti)  dan ibu Tamaki Osaka (Jepang), pada 16 Oktober 1997. Dia lahir di Osaka, Jepang, namun ketika berusia tiga tahun, mereka sekeluarga pindah ke New York, Amerika Serikat (AS) dan tinggal bersama keluarga dari ayah.

Naomi punya satu kakak perempuan, Mari yang juga petenis profesional. Keduanya memilih marga ibunya, agar lebih mudah tinggal di Jepang, meski ternyata hanya sebentar.

Fakta Naomi Osaka: Terinspirasi Williams Bersaudari

Venus (kiri) dan Serena Williams (Foto: AP)


Tahun 1999 ketika digelar Prancis Terbuka, Leonard terpesona dengan Venus dan Serena Williams dan ingin kedua putrinya belajar tenis.

Berbekal sedikit pengalaman sebagai petenis, Leonard meniru cara Richard Williams, ayah Venus dan Serena, dalam melatih dua putrinya agar jadi pemain terbaik dunia. “Cetak birunya itu sudah ada di sana, saya hanya mengikutinya,” kata Leonard.

Agar lebih berkembang, tahun 2006, mereka sekeluarga pindah ke Florida. Tahun 2014 ketika berusia 16, Naomi mencuri perhatian saat mengalahkan mantan juara AS Terbuka Samantha Stosur, di debut WTA Tour di Stanford Classic 2014.

Mewakili Jepang

Bangga menjadi orang Jepang dan Haiti (Foto: AP)


Orangtua Naomi sepakat, meski Naomi dan kakaknya tinggal di AS, namun mereka mewakili Jepang. “Dia lahir di Osaka dan membawa budaya Jepang serta Haiti. Sederhananya, Naomi dan Mari selalu merasa Jepang. Itulah satu-satunya alasan kami,” kata Leonard dan Tamaki.

“Ayah saya seorang Haiti, jadi saya tumbuh di keluarga Haiti di New York, bersama nenek. Ibu saya seorang Jepang, jadi saya tumbuh di budaya Jepang pula. Jika saya berbahasa Amerika, karena saya tinggal di Amerika,” papar Naomi.

Naomi memutuskan berkewarganegaraan Jepang, tahun 2019. “Saya selalu mewakili Jepang ketika bermain,” katanya.
Meski demikian, Naomi tidak fasih berbahasa Jepang. “Saya paham sih, tapi nggak pede kalau ngomong. Saya mengerti kosakata dan bahasanya, tapi nggak bisa bicaranya,” lanjutnya.

Karenanya saat jumpa pers dan ditanya dalam Bahasa Jepang, namun dia menjawab dalam Bahasa Inggris.

Fakta Naomi Osaka: Kalahkan Serena Williams

Mengalahkan Serena Williams di AS Terbuka (Foto: EPA)

Setelah mengalahkan Samanta Stosur, dua tahun kemudian gadis bertinggi 180 sentimeter itu meraih final WTA pertamanya di Pan Pacifik Open 2016 di Jepang untuk masuk 50 besar peringkat WTA.

Kemudian dia memenangkan gelar WTA pertamanya di Indian Wells Open, tahun 2018. Di tahun yang sama, atlet yang kini tinggal di Beverly Hills, California itu mengalahkan juara tunggal Grand Slam 23 kali Serena Williams di final AS Terbuka.

Naomi pun jadi pemain Jepang pertama yang memenangkan gelar tunggal Grand Slam. Sejak 2018, ia telah memenangkan gelar tunggal Grand Slam dalam empat tahun berturut-turut.

Ranking 2

Naomi dan Ashleigh Barty (Foto: net)

Saat ini ranking Naomi di urutan 2 WTA (Women’s Tennis Association). Peringkat petenis wanita yang dibentuk pada 1975. Peringkat pertama saat ini dipegang Ashleigh Barty dari Australia. Naomi pernah berada di peringkat pertama pada tahun 2019 dan menjadi orang Asia pertama. Namun itu hanya sebentar, kekalahan beruntun di tahun yang sama membuat gelar itu berpindah ke Ashleigh Barty.

Fakta Naomi Osaka: Isu Gangguan Mental

Naomi Osaka (Foto: Instagram)

Beberapa bulan lalu, Naomi sempat viral, bukan karena prestasinya, melainkan isu kesehatan mental. Naomi memutuskan menarik diri dari Prancis Terbuka, dan itu disampaikan melalui akun Twitter-nya.

Dilansir dari CNN.com, Naomi mengatakan keputusan itu diambil karena dia menderita depresi berkepanjangan pasca kemenangan Grand Slam, tahun 2018. Karenanya dia menyatakan ingin mengambil waktu demi menenangkan diri.

Selain mundur dari turnamen, Naomi juga tidak mengikuti konferensi media apapun selama Prancis Terbuka. Naomi pun didenda USD15 ribu (Rp 217 juta). Dia hanya berharap denda itu bisa didonasikan untuk kesehatan mental.

Keputusannya itu pun mengundang kontroversi. “Saya mencintai media, tapi saya tidak menyukai semua konferensi media,” tulis Naomi.
“Tapi ini hanya menurut saya pribadi, bukan pendapat pemain lain. Saya percaya kita bisa membuatnya lebih baik. Atlet juga manusia. Tenis adalah profesi istimewa kami dan tentu saja ada komitmen di luar lapangan,” imbuhnya.

It’s OK Not to Be OK

Naomi dan ayahnya, Leonard Francois (Foto: EPA)

Hujatan dan cibiran memang nggak enak, namun Naomi belajar banyak. Dalam wawancara dengan majalah Time, dia menjelaskan, semua itu membawa hikmah.

“Hidup adalah petualangan. Pengalaman kemarin memberi banyak pelajaran. Pelajaran pertama, kita nggak pernah bisa menyenangkan semua orang. Pelajaran ke dua, apapun yang terjadi akan memperkaya hidup kita,” katanya.

“Percaya atau tidak, saya ini introvert dan tidak suka sorotan. Saya selalu mencoba mendorong diri saya untuk bicara atas apa yang saya yakini benar, tapi itu sering kali harus dibayar dengan kecemasan yang besar. Saya harap orang-orang dapat memahami. It’s OK untuk tidak OK dan tidak apa-apa untuk membicarakannya. Michael Phelps bilang bahwa dengan berbicara, mungkin saya telah menyelamatkan satu jiwa. Jika benar, semua itu sepadan,” tegasnya.*

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here